“Julfikri Hasan: Mandat Rakyat atau Agenda Politik Elektoral Menuju 2029”

Jika tak dijawab dengan transparansi dan kerja nyata, maka mandat rakyat berisiko direduksi menjadi formalitas lima tahunan dan kepercayaan akan menguap di tengah kekecewaan.
Mandat vs Kepentingan: Siapa yang Diuntungkan?
Dalam dunia politik praktis, sering kali mandat rakyat bersinggungan dengan loyalitas partai, kepentingan kelompok tertentu, atau bahkan ego pribadi.
Jika di tinjau dari Teori elitisme (C. Wright Mills, 1956) menyebut bahwa dalam demokrasi modern, kekuasaan cenderung terkonsentrasi di tangan segelintir elite yang menentukan arah kebijakan, bukan rakyat.
Gagasan dari Wright diatas kita bisa mengukur sejauh mana egaliter Julifkri Hasan menempatkan posisinya sebagai keterwakilan orang banyak dalam mengawal aspirasi,ataukah ia hilang pada subordinasi kekuasan yang semakin menebal.
Peluang dan Tantangan Menuju 2029 dalam Perspektif Teori Politik
Sekali lagi Julfikri Hasan Sebagai anggota DPRD Kota Ternate yang memperoleh suara tertinggi di Kota Ternate pada Pemilu 2024,ia menempati posisi penting dalam lanskap representasi politik daerah, khususnya Dapil Pulau (Pulau Hiri,Batang Dua, dan sebagian Ternate Barat).
Namun, dalam teori politik modern, legitimasi elektoral hanyalah titik awal, bukan jaminan keberhasilan sebagai representasi rakyat secara substansial.
Dalam karyanya yang klasik, The Concept of Representation, Hanna Pitkin (1967) membedakan antara representasi formal, deskriptif, simbolik, dan substantif. Dalam konteks Julfikri Hasan, legitimasi formal sudah dimiliki melalui proses elektoral.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar