Ukur Wakil Rakyat dari Suaranya

“Yang Ribut itu Bekerja, yang Diam itu Bahaya”

Karena itulah, keberanian anggota DPRD dalam menyuarakan kritik, mengawasi kebijakan, dan mempertanyakan langkah-langkah eksekutif bukan hanya diperbolehkan, melainkan menjadi sebuah kewajiban demokratis.

Namun demikian, fungsi pengawasan ini hanya bermakna apabila disuarakan secara terbuka. Dalam filsafat politik representatif, anggota parlemen adalah representasi rakyat yang tugas utamanya adalah bicara, menyampaikan sikap, kritik, dan aspirasi.

Tidak ada ruang dalam demokrasi untuk konsep kerja senyap yang kerap dibungkus dengan dalih “kerja diam-diam.” Kalimat seperti “saya babadiam, tapi saya kerja” atau “saya langsung sampaikan secara personal, bukan di publik atau media sosial” adalah logika yang menyesatkan dan bertentangan dengan prinsip transparansi publik.

Sebaliknya, kerja politik yang senyap justru membuka ruang gelap bagi penyimpangan karena minimnya pengawasan publik.

Saat ini, masyarakat Maluku Utara harus mulai lebih kritis menilai siapa anggota DPRD yang benar-benar menjalankan fungsinya dan siapa yang hanya numpang nama.

Penilaian sederhana bisa dimulai dari mengamati sejauh mana seorang anggota aktif bersuara dalam isu-isu pengawasan terhadap Gubernur Maluku Utara.

Mereka yang secara konsisten menjalankan checks and balances, mengkritisi kebijakan yang bermasalah, dan menyuarakan aspirasi rakyat secara terbuka, adalah representasi yang layak untuk dipertimbangkan kembali dalam pemilu mendatang.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3

Komentar

Loading...