Menutup Tafsir Politik, Membuka Ruang Kinerja

Menariknya, tafsir manuver politik yang dilekatkan pada Rizal justru menunjukkan betapa rendahnya kepercayaan sebagian orang terhadap integritas birokrasi.

Seolah-olah tidak mungkin ada ASN yang bekerja keras karena dorongan profesionalisme semata, tanpa motif elektoral. Ini pola pikir yang perlu dikoreksi.

Rizal masih memiliki waktu panjang untuk membuktikan bahwa semua langkahnya hari ini murni untuk pembangunan Kota Ternate, bukan sebagai batu loncatan politik.

Dan memang, ruang tafsir itu akan terus ada, terutama di masyarakat yang gampang curiga terhadap figur menonjol. Namun publik yang objektif harus mampu membedakan antara kerja nyata dan pencitraan kosong.

Jika hari ini ada yang tampil dominan, bukan berarti ia sedang bermanuver. Bisa jadi, yang lain justru terlalu diam. Semangat menjemput bola ala Rizal Marsaoly harus dipahami sebagai bentuk perubahan budaya birokrasi menuju lebih responsif dan berdampak.

Dan bila kelak Rizal memang ingin maju sebagai calon walikota, itu haknya sebagai warga negara. Tapi menilainya sekarang, ketika Pemilu 2029 bahkan belum masuk radar politik nasional, jelas bukan waktu yang tepat.

Apa yang lebih penting hari ini adalah memastikan Kota Ternate dikelola oleh birokrat yang punya energi, inisiatif, dan keberanian melawan status quo. Dan Rizal, sejauh ini, menunjukkan bahwa dia berada di jalur yang benar.

Diakhir tulisan ini penulis ingin menegaskan bahwa, menilai niat orang dari kinerjanya memang sulit. Tapi bila setiap langkah kinerja selalu diterjemahkan sebagai ambisi politik, maka jangan salahkan bila birokrasi kita tak pernah melahirkan tokoh progresif.

Rizal Marsaoly mungkin bukan sempurna, tapi sejauh ini, dia sedang menunjukkan bahwa pejabat pun bisa menjadi motor perubahan. (*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Senin, 16 Juni 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/06/senin-16-juni-2025.html