Site icon MalutPost.com

AJI Luncurkan Buku Laporan Investigasi 14 Jurnalis

Suasana Desiminasi Hasil liputan Investigasi 14 Junalis dan peluncuran buku

Ternate, malutpost.com — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) resmi meluncurkan buku liputan Investigasi Proyek Strategis Nasional (PSN) karya 14 Jurnalis dari tiga Provinsi yakni Jawa Barat, Kalimantan Timur dan Maluku Utara (Malut).

Buku bertajuk Kumpulan Karya Jurnalistik “Tangis dari Tepi Proyek Strategis Nasional” ini diluncurkan di Swiss-Belinn Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Rabu (28/5/2025).

Liputan Investigasi yang diluncurkan ini merupakan hasil liputan kolaborasi yang dilakukan oleh sejumlah media. Karya Jurnalis tiga daerah ini juga diseminasi dengan mengundang para penanggap, diantaranya Yosep Suprayogi dari Tempo Witness, Erasmus Cahyadi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) serta Diky Anandya dari Auriga Nusantara, dan dimoderasi oleh Musdalifah dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) AJI Nasional Bayu Wardana menyampaikan, liputan investigatif yang berlangsung sejak Desember 2024 lalu ini merupakan kolaborasi AJI Indonesia, Walhi, LBH, dan Tempo Witness. Buku kompilasi liputan ini menjawab tantangan dengan membangun kolaborasi advokasi dan jurnalisme kritis.

“Buku ini bukan sekadar kumpulan liputan, tetapi pengingat bahwa pembangunan yang sejati adalah tentang keadilan, bukan sekadar infrastruktur semata. Berbicara mengenai manusia, bukan hanya target dan angka,” ujar Bayu melalui rilis, Kamis (29/5/2025).

Ia menyatakan dari hasil liputan ditemukan fakta PSN di Maluku Utara ada tanah warga setempat yang diambil alih secara paksa untuk kepentingan tambang. Padahal selama ini tanah tersebut menjadi sumber penghidupan warga.

Pengambilalihan lahan secara paksa itu mendapat dukungan dari pemerintah Kabupaten dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Bupati yang intinya membeli tanah itu dengan harga murah. Pemerintah daerah melakukan negosiasi dengan warga untuk mendapatkan tanah yang akan digunakan perusahaan. Warga yang menolak menjual tanahnya terancam dikriminalisasi. Perusahaan tidak pernah menunjukan bukti legalitas kepemilikan konsesi lahan kepada warga, padahal hal itu yang menjadi dalih untuk mengusir masyarakat dari lahannya.

Baca halaman selanjutnya ..

PSN di Kalimantan Timur yang selama ini menyedot perhatian publik adalah pembangunan IKN. Modus perampasan tanah sama seperti wilayah PSN lainnya, di mana masyarakat yang sudah lama menempati tanah secara turun temurun dianggap menduduki wilayah konsesi perusahaan. Sedihnya, perusahaan pemegang konsesi seperti di Desa Telemow Kabupaten Penajam Paser Utara, punya hubungan keluarga dengan Presiden Prabowo Subianto.

“Rakyat dikriminalisasi dengan tuduhan menyerobot tanah,” tegasnya.

Kemudian lanjutnya PSN di Jawa Barat yang diangkat dalam liputan ini terkait industri energi terbarukan yakni panas bumi. Bayu menjelaskan salah satu kasusnya ada selisih ratusan miliar rupiah alokasi dana bagi hasil (DBH) yang diberikan perusahaan kepada pemerintah daerah. DBH yang dicatat perusahaan berbeda dengan pencatatan pemerintah daerah. Tapi hal itu secara sederhana direspon pemerintah daerah dengan dalih ada kesalahan pencatatan.

“Indikasi korupsi tapi hanya direspon sebagai kesalahan pencatatan,” ucap Bayu.

Sementara itu, Diky Anandya Auriga Nusantara dalam kesempatan itu mengatakan bahwa posisi pembela lingkungan, yang berupaya mempertahankan haknya atas konflik lahan yang dijadikan sebagai proyek PSN sebagai pihak yang paling rentan. Muncul stigma “penghambat pembangunan”.

“Kenaikan jumlah ancaman terhadap pembela lingkungan mulai meningkat sejak tahun 2017,” jelasnya.

Kata dia data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), secara lebih spesifik menyebut sepanjang 2020-2023 terdapat 115 konflik agraria yang disebabkan PSN Selain menghilangkan partisipasi masyarakat dan melanggengkan praktik kekerasan, orientasi kebijakan PSN yang bertumpu pada kebijakan ekonomi juga mengabaikan faktor lain yang menjadi persoalan carut-marut masalah utama iklim investasi di Indonesia, yaitu soal kepastian dan penegakan hukum, dan pemberantasan korupsi.

“ Logika terbalik pemerintah dalam world economic forum competitiveness report secara konsisten menempatkan korupsi sebagai masalah utama penghambat investasi di Indonesia, terbukti dengan kesulitan IKN mencari investor,” tukasnya.

Terpisah, Erasmus Cahyadi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan dalam praktiknya selama ini PSN menghilangkan sumber pangan dan pekerjaan masyarakat seperti hutan sagu, hutan aren, penyadapan karet, kemenyaan dan lainnya. Hal ini bertentangan dengan Konvensi ILO No.111 yang memandatkan antara lain kewajiban melindungi pekerjaan tradisional MHA. Situasi yang dihadapi MHA dan masyarakat lokal akibat PSN ini tidak sejalan dengan instrumen HAM lainnya seperti Hak Sipol dan Ekosob serta UU No.39 tentang HAM.

“PSN memunculkan diskriminasi penegakan hukum. Dalam hal perusahaan melanggar aturan tidak ada penegakan hukum yang tegas. Berbeda jika masyarakat yang dituduh melanggar aturan langsung cepat ditindak aparat kepolisian,” ungkapnya.

Sementara Yosep Suprayogi dari Tempo Witness mengkritisi substansi dari buku yakni perlunya data yang komprehensif dari proses liputan. Yosep menyampaikan hasil liputan investigasi itu harusnya lebih jauh menelusuri bentuk fasilitas atau lainnya hasil dari pendanaan DBH itu.

“Kesimpulan dari diseminasi ini bahwa pentingnya melakukan kolaborasi. Komunitas terdampak, organisasi masyarakat sipil, lembaga bantuan hukum hingga media harus serta merta saling mendukung satu sama lain,” pungkasnya. (mg-01)

Exit mobile version