Jual Beli Lahan dan Nasib Masyarakat di Area Tambang Halmahera Tengah

LAHAN: Sebagian besar lahan di Desa Sagea telah dikuasai perusahaan tambang. Sepanjang jalan menuju kawasan wisata Sungai Sagea ini dulunya milik warga, kini telah dilepas ke perusahaan tambang.

Sementara terkait adanya kutipan dana oleh desa saat pembayaran lahan  dan ikut membantu perusahaan mempercepat proses pelepasan lahan, Plt Kepala Desa Kiyaa Taslim Abdul Hamid saat dikonfirmasi tidak menampik hal tersebut.

Kata dia, di Desa Kiya ada proses pembebasan lahan oleh PT IWIP dan PT First Pasifik Mining (FPM). Pembebasan itu dilakukan sebelum dia menjabat.

Menurutnya, saat itu pemerintah desa berperan aktif mendampingi perusahaan mengukur lahan warga  dan menerbitkan surat keterangan tanah (SKT). Hal ini karena dalam proses pembayaran lahan, perusahaan mewajibkan ada SKT maupun surat keterangan lahan yang dijual tidak bersengketa dari desa.

“Kalau tidak ada surat dari desa tidak diproses pembayaran lahannya,” kata Taslim di kediamannya, Maret lalu.

“Biasanya warga menyerahkan uang pembelian lahan sebesar Rp1 juta ke pemerintahan desa. Uang itu digunakan untuk biaya operasional, alat tulis dan kertas (ATK), honor tenaga yang buat surat serta uang rokok bagi kades sebesar Rp200.000. Kalau surat jual beli yang diberikan desa tidak dipatok harus bayar berapa, tergantung keikhlasan penjual lahan,” sambungnya.

Selain itu, jika harga lahan terjual dengan nilainya besar hingga mendekati miliaran,  biasanya ada sumbangan untuk desa. Nilainya mencapai Rp20.000.000 untuk pembangunan  masjid. Lalu apakah Pemdes juga menerima imbalan dari perusahaan karena membantu memuluskan dan mempercepat pembelian lahan warga?

“Kalau Pemdes terima dari pihak perusahaan saya belum tahu. Yang ada itu hanya dari pihak yang jual tanah berikan ke desa,” ujarnya.

Baca halaman selanjutnya ...

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Komentar

Loading...