Sekolah Bebas Biaya, Tapi Tidak Bebas dari Kepentingan

Kepemimpinan Baru, Kekhawatiran Lama
Naiknya Sherly Tjoanda Laos sebagai Gubernur Maluku Utara membawa dua wajah: harapan dan kekhawatiran. Sebagai figur yang lahir dari masyarakat marjinal, publik berharap ia mampu menjadi angin segar perubahan.
Namun bayang-bayang oligarki tambang dan politik transaksional masih membayang. Di Halmahera Tengah, warga khawatir bahwa sekolah justru dijadikan alat distribusi kekuasaan.
Kepala sekolah ditunjuk bukan karena kapasitas, tapi loyalitas. Guru dikontrak berdasarkan jaringan, bukan kualitas. Sekolah berubah dari ruang pembebasan menjadi panggung simbolik elite.
Oligarki Tambang dan Sekolah yang Terkekang
Teori Pierre Bourdieu mengingatkan kita: lembaga pendidikan bisa menjadi alat pelanggeng dominasi jika tak independen dari kekuasaan.
Dan itulah yang terjadi di kawasan industri tambang seperti Lelilef dan Weda. Sekolah-sekolah di sekitar area industri mengalami tekanan struktural.
Kurikulum menjauh dari konteks lokal, dan perusahaan kerap masuk ke ruang pendidikan tanpa arah kritis atau visi transformasional.
Laporan JATAM dan Trend Asia (2024) menunjukkan bahwa daerah tambang mengalami krisis pendidikan yang khas: anggaran besar, tapi dikendalikan oleh pemodal dan elite politik. Hasilnya? Pendidikan kehilangan ruhnya sebagai instrumen pembebasan dan berubah menjadi mesin penjinakan sosial.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar