Kekerasan Seksual dan Bentuknya

Oleh: Rusna Ahmad
(Pemerhati Perempuan dan Anak Kab. Halmahera Selatan, FORHATI Kab. Halmahera Selatan)
Sedih, takut, dan kwatir, dengan kondisi social masyarakat yang mana, hampir setiap hari melalui media masa cetak maupun online, kita sering membaca adanya kasus kekerasan seksual berupa, pemerkosaan anak dibawah umur, pencabulan anak dibawah umur, persetubuhan, pelecehan seksual, pencabulan terhadap perempuan dewasa.
Mirisnya lagi, pelaku dari perbuatan bejat tersebut adalah orang dekat dari korban itu sendiri yakni ayah kandung, ayah sambung, paman atau om, guru ngaji, guru di sekolah, teman, pacar, tetangga, dan atasan atau bawahan dalam relasi kerja.
Kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja, pada siapa saja ( orang dewasa / anak) dan kapan saja, termasuk terjadi di sekolah yang korbannya adalah siswa/siswi dan pelakunya adalah guru atau penjaga sekolah, dapat juga terjadi di dalam pondok pesantren yang korbannya adalah santriwati dan pelakunya adalah pengasuh dalam pesantren tersebut.
Sekolah dan pondok pesantren yang merupakan tempat menimbah ilmu justru menjadi tempat terjadinya kekerasan seksual, dapat pula terjadi di dalam rumah sendiri, dalam keluarga, yang korbannya adalah anak kandung atau anak sambung, anak asuh / anak piara, dan pelakunya adalah ayah kandung (Incest) atau Ayah sambung, ayah asuh atau papa piara, atau anggota keluarga lainnya.
Rumah yang merupakan tempat paling indah dan nyaman tempat kita beristirahat dari kepenatan beraktifitas seharian, berkumpul bersama keluarga kecil bercanda ria, justru menjadi tempat yang menakutkan bagi korban kekerasan seksual.
Keluarga yang seharusnya menjadi basis kekuatan moral dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan, bagaimana menganut nilai-nilai tertentu sebagai prinsip hidupnya, namun keluarga kini tidak lagi mampu memberikan perlindungan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar