Mencicipi Keindahan Daratan Pasifik

Esoknya, menuju ke Desa Bere-Bere untuk bertemu dengan Abdul Rahman, salah satu nelayan yang sempat hilang bersama kakanya hingga 18 hari baru ditemukan di perairan Filipina pada tahun 2022. Selama perjalanan menuju Desa Bere-Bere, banyak tempat yang mencuri perhatian karena terlihat keindahan alamnya. Ko Ir yang sudah 2 tahun lebih bertugas di Morotai, menjelaskan setiap pertanyaan, lalu sesekali ditimpali paps.

Jalan raya yang berada di tepi pantai, melengkapi perjalanan. Pasir putih dan deburan ombak melukis keindahan di daratan pasifik. Paps akan menepikan mobil jika kami ingin berfoto. Tempat pertama yang kami singgahi yaitu Rorasa. Ketika kami asik mengabadikan pemandangan yang ada, nampak perempuan berbaring di atas pasir putih beratapkan langit sembari membaca buku. Perawakannya dari eropa. Ada juga lelakinya yang asik berselancar. Romantisme pantai membawa keduanya datang ke tempat itu.

Rorasa merupakan salah satu dari potensi wisata di Morotai yang terabaikan, padahal menawarkan keindahan alam yang jika terkelola dengan baik akan menarik banyak wisatawan.

Kami kembali naik mobil hitam yang sudah terparkir di samping jalan untuk melanjutkan perjalan. Paps menghidupkan mesin dan kami bergerak ke arah utara Morotai. Sepanjang perjalanan terlihat berbagai aktivitas masyarakat. Kalau lewat perkampungan terlihat anak-anak yang asik bermain. Warga duduk bergelombol sembari bercerita. Kadang menemukan tenda terpasang di jalan dengan sound sistemnya. Berbagai lagu kesukan mereka diputar sebagai bentuk euforia dalam kemenangan Pemilihan Kepala Daerah.

Beberapa menit melakukan perjalanan, kami mendapati gerbang desa yang tertulis “Selamat Datang di Desa Bido”. Seperti nama nya, di desa ini tumbuh kelapa bido. Kelapa yang sudah ditetapkan sebagai tanaman endemik Morotai ini, tumbuh subur di belakang rumah warga yang membelakangi pantai. Varietas kelapa super unggul ini punya postur yang sangat pendek. Paling tinggi hanya 9 meter.

Paps mengarahkan mobil ke jalan pantai. Di pantai kami bertemu dengan Irenius Rahamati (57 tahun) dan Stevanus (73 tahun) yang sedang. Kami menyapa keduanya dan bertanya-tanya tentang kelapa bido, cara menanam dan luasan tanaman kelapa bido di pantai maupun di perkebunan masyarakat. Keduanya menjelaskan berbagai hal termasuk problem yang sering dihadapi yaitu, kelapa bido yang sudah dilarang untuk dibawa keluar tanpa izin tapi, tetap ada saja yang mencoba mebawa keluar sehingga berulang kali di tahan pihak terkait. Namun, belum memberi efek jera.

Lepas dari Desa Bido, kami menemui Abdul Rahman di Desa Bere-Bere. Wawancara banyak hal tentang pengalaman melaut, keluhan hingga hilang diperairan Filipina. Di ujung wawancara, pembahasan melebar terkait pulau-pulau yang terancam abrasi pantai. Tabailenge, pulau kecil yang berada tepat depan perkampungan Bere-Bere menjadi salah satu contohnya. Mendengar itu, sudah tentu insting jurnalis Abang Mici mengharuskan kami ke sana.

Pulau mungil itu butuh 10 menit saja sudah sampai tapi, berhadapan langsung dengan lautan bebas dan terlihat busa-busa putih hasil deburan ombak di samping pulau membuat saya berharap dalam batin agar tidak ke Tabailenge. Sementara Abdul Rahman dengan kapal 3 GT nya siap menahkodai perjalan. Kamarula Mahasari sebagai pengelola Tabailenge ikut serta menemani.

Warna air laut cenderung toska dan dikelilingi pasir putih serta tumbuh pohon cemara dan beberapa jenis pohon lain menyambut kami dengan hangat membuat cemas seketika hilang. Papan bertulisakan “Anda memasuki kawasan rawan bencana” juga turut menyambut kedatangan kami. Tidak jauh dari tulisan itu, tampak gedung yang katanya untuk pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Namun, belum diserahkan sudah rusak. Begitu juga jalan yang menggunakan keramik mengelingi pulau, juga patah karena abrasi pantai yang parah. Pohon-pohon besar di tepi pantai tumbang memaksa kami harus sedikit merayap agar bisa lewat.

Mengelilingi pulau itu hanya butuh 28 menit dengan jalan kaki. Setelah mengambil gambar dan mendengarkan penjelasan dari Kamarula, tentang Tabailenge yang terabaikan, kami langsung kembali ke titik awal pertama turun, lalu pulang.

Baca halaman selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7

Komentar

Loading...