Mencicipi Keindahan Daratan Pasifik

Sebelum kami diajak ke rumahnya, Ka Anton membawa kami keliling pusat kota Morotai. “Perkenalan dulu dengan udara Morotai baru ke rumah” kata dia. Intinya, dia ingin mengajak kami mengintari pusat kota agar punya gambaran tentang Pulau Morotai. Dia menjelaskan secara detail setiap sudut kota. Terlihat banyak bangunan yang dibangun tapi tidak digunakan. Pusat perbelanjaan dan fasilitas lain yang mangkrak karena asal dibangun tanpa tahu skema untuk menghidupkan ekonomi daerah.

Rangka bangunan yang sudah berlumut berada di tengah hutan kota juga menarik untuk, menjadi topik pembicaraan selama mengelilingi pusat kota. Bangunan itu merupakan Kantor Bupati Morotai yang gagal dibangun karena, kawasan pembangunan merupakan lahan sengketa. Penjelasan itu juga menjawab pertanyaan di kepala sedari tadi tentang hutan luas yang berada di tengah kota. Ternyata bukan untuk hutan lindung tapi lahan yang bersengketa sehingga tidak ada pembangunan di area itu. Warga yang sejak dulu mendiami Morotai mengatakan lahan itu milik mereka, tapi TNI AU juga mengklaim itu tanah AURI. Masalah sengketa lahan belum terselesaikan hingga sekarang.

Selanjutnya, kami melewati pantai Army Dock yang menjadi saksi bisu perang dunia ke II. Dulunya, Army Dock merupakan bekas pelabuhan bagi armada laut pasukan sekutu Amerika Serikat. Pantai ini tidak hanya menyimpan sisa-sisa peninggalan perang seperti reruntuhan dermaga dan artefak yang ditemukan di sekitar pantai, tetapi menggabungkan keindahan alam. Pantai Army Dock menawarkan pasir putih, laut dan senja yang indah.

Tempat itu juga menjadi saksi sejarah kak Anton dan Abang Mici saat masih meliput sebagai Kabiro Malut Post di Morotai. Keduanya menyelintik ingatan yang terlampau usang. Sedangkan saya yang buta akan Morotai, menikmati percakapan itu. Percakapan bernas itu berlanjut hingga di meja makan. Menu yang disajikan Kak Ria, menambah energi untuk membahas berbagai macam topik.

Setelah itu, Irham atau biasa disapa Ko Ir, Kabiro Malut Post dan Paps salah satu jurnalis di Morotai datang menjemput kami untuk memulai perjalanan pertama ke desa produksi ikan tuna. Desa yang kami singgahi pertama yaitu Desa Daeo. Kepala Desa Daeo menjadi tujuan untuk menggali informasi terkait kondisi perikanan di Morotai. Depan rumah nya, dia mencerita banyak hal.

Kemudian kami menemui beberapa nelayan yang membersihkan hasil tangkapan mereka dekat tambatan perahu yang tidak lagi berbentuk karena, sebagian besar papanya sudah lepas. Sedangkan di atas pelabuhan tampak beberapa anak dengan kail dan nilon seadanya memancing ikan kecil. Mereka sebagai anak nelayan yang setiap hari bersentuhan dengan perikanan begitu lihai ketika umpan mereka dilahap ikan.

Laut di depan kampung itu terlihat begitu tenang. Warna-warni kapal nelayan berjejeran turut mempercantik permukaan air laut. Keindahan itu, hanya dinikmati beberapa menit, lalu bergeser ke Desa Sangowo dengan tujuan masih sama yaitu, menemui nelayan. Namun, ketika ke tempat pendaratan ikan, orang yang ingin kami tuju tidak sedang berada di tempat. Kami hanya menemui tulang ikan yang dibuang begitu saja, padahal kalau diolah menjadi pakan tentu punya nilai ekonomi yang tinggi. Itu terjawab setelah bertemu dengan salah satu nelayan Sangowo.

Nelayan Sangowo itu mengatakan bukan hanya tulang ikan tapi, ikan yang ditangkap nelayan kadang dibuang atau dikubur begitu saja akibat fasilitas yang tidak memadai. Praktik monopoli di dunia perikanan yang kuat juga turut membuat nelayan merugi. Investor lain dilarang masuk ke Morotai dan nelayan dilarang jual keluar daerah. Nelayan hanya diperbolehkan jual hasil tangkapan ke PT Harta Samudera sebagai pemain tunggal.

Ada banyak nestapa nelayan yang kami dapat dalam percapakan itu, termasuk praktik illegal fishing. Dia tampak murka ketika menyampaikan berbagai kebijakan yang menekan nelayan.

Waktunya petang, kami pun pulang dan mampir menikmati senja di Pantai Army Dock tapi tertutup awan. Walakin, keindahan pantai army dock tetap meneduhkan. Pasir putih yang terbentang luas dengan laut yang jernih, anak-anak kecil mandi pantai, tempat-tempat duduk yang beratapkan terpal dan katu bejejeran sepanjang pantai, serta dilengkapi berbagai kuliner seperti pisang goreng, es kacang dan teh hangat menjadikan Army Dock  sebagai tempat andalan selama di Morotai.

Baca halaman selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7

Komentar

Loading...