Oleh: Usman Muhammad
(Imam Besar Masjid Agung Al-Munawwar Kota Ternate)
Tidak terasa bulan suci Ramadhan yang penuh berkah, kini sudah tinggal menghitung hari. Setiap menjelang kedatangan bulan yang mulia ini sering kita mendengar kalimat yang sangat akrab di telingan kita yaitu: “Marhaban Ya Ramadhan”. Ucapan tersebut baik secara langsung maupun melalui berbagai media.
Ucapan Marhaban Ya Ramadhan ketika memasuki bulan Ramadhan telah menjadi kebiasaan umat Islam dari masa ke masa secara turun temurun, sebagai wujud kegembiraan dan kebahagiaan umat Islam untuk menyambut bulan yang penuh dengan keberkahan dan kemuliaan jika dibandingkan dengan kesebelas bulan lainnya dalam setahun.
Dari sekian keistimewaan dan kemuliaan bulan suci Ramadhan, yakni di dalamnya terdapat satu malam yang sangat istimewa yaitu malam yang disebut dengan istilah: “Lailatul Qadar”. (malam kemuliaan).
Hal ini sebagaimana ditegaskan Allah dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.” (Qs. Al-Qadar: 1-3).
Dilihat dari sisi bahasa, Marhaban merupakan seruan atau perintah untuk menyambut tamu. Sedangkan Ramadhan merupakan bulan ke sembilan ( 9 ) dalam kalender Hijriah, yang di dalamnya umat Islam menjalankan ibadah Puasa selama 1 bulan penuh.
Maka jika digabung Marhaban Ya Ramadhan dapat diartikan, selamat datang wahai bulan Ramadhan. Dengan ucapan yang demikian menunjukkan bahwa seorang Muslim sangat merasa bahagia dan bergembira serta bersyukur dengan datangnya tamu agung yakni bulan suci Ramadhan yang sarat dengan nilai-nilai kebaikan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Bulan Ramadhan diibaratkan sebidang tanah yang sangat subur, sehingga apa saja yang ditanam di atasnya akan memberikan hasil yang maksimal dan memuaskan bagi yang menanamnya.
Artinya dalam bulan Ramadhan, sekecil apapun sebuah kebaikan yang dilakukan oleh seorang Muslim yang sedang melaksanakan ibadah puasa bulan Ramadhan akan dilipatgandakan pahala oleh Allah SWT.
Begitu mulia dan agungnya bulan suci Ramadhan, maka marilah kita sambut dengan senyum kebahagiaan dan dengan hati yang tulus ikhlas. Bersihkan dan kosongkan hati kita agar diisi dengan segala kebaikan dan kemuliaan bulan yang Mubarak ini.
Sebagai seorang Mukmin, mari kita sikapi kedatangan bulan yang sering juga dijuluki dengan penghulu seluruh bulan (sayyidusysyuhur) ini dengan beberapa antara lain:
Pertama Alfarhu. Merasa gembira (bahagia) atau bersuka cita dengan kedatangan bulan Ramadhan, karena dipanggil oleh Allah SWT, untuk melaksanakan ibadah puasa (shaum), karena dirinya mengetahui dengan sepenuh hati bahwa dengan puasa Ramadhan, Allah akan mengangkat derajatnya ketingkat yang paling mulia, yakni derajat “Muttaqin” (orang-orang yang bertaqwa).
Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an yang arrinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana kewajiban puasa itu telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (Qs. Al-Baqarah: 183).
Baca Halaman Selanjutnya..
Jangan sebaliknya ketika bulan Ramadhan dengan ibadah puasanya tiba, seolah-olah menjadi beban berat bagi kita, karena kebiasaan makan dan minum maupun hubungan internal suami isteri di siang hari, selama satu bulan penuh tidak diperbolehkan.
Kedua At-Tazkiah. Yaitu upaya untuk membersihkan hati dari berbagai penyakit hati yang menyebabkan diri kita sulit untuk menerima sebuah kebenaran serta rahasia maupun hikmah yang terkandung dibalik kemuliaan bulan Ramadhan yang luar biasa ini.
Rasulullah Saw, mengingatkan kita dalam sebuah sabdanya: “Jauhilah tiga sifat penyakit hati yaitu: “jauhilah sifat sombong, karena sifat sombong membuat iblis tidak mau melaksanakan perintah Allah untuk bersujud kepada Adam.
Jauhilah sifat serakah, karena sifat serakah Nabi Adam dan Hawa terusir dari syurga karena melanggar larangan Allah memakan buah yang telah dilarang untuk memakannya. Dan jauhilah sifat dengki, karena sifat dengki membuat seorang putera Nabi Adam (Qabil) membunuh saudaranya sendiri (Habil).”
Hati nurani siapapun tidak dapat melihat secara kasat mata, termasuk orang yang mempunyai hati itu sendiri, tapi pengaruhnya sangat luar biasa dalam kehidupan seseorang.
Oleh sebab itu Rasulullah Saw, mengingatkan kita dengan sabdanya: “Ketahuilah bahwa dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging, kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tapi jika dia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya, segumpal daging itu ialah Qalbu/hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Baca Halaman Selanjutnya..
Ibnu Rajab Al-Hambali Rahimallahu, mengatakan dalam kitab Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, “bahwa kebaikan amalan badan seseorang dan kemampuannya untuk menjauhi keharaman, juga meninggalkan masalah syubhat (yang masih samar hukumnya-pen), itu semua tergantung pada baiknya hati.”
Ketiga, Al-Ilmu. Artinya selalu mau belajar untuk mendapatkan ilmu yang sebanyak-banyaknya, terutama mempelajari kaifiat (tata cara) melaksanakan ibadah puasa, seperti rukun, syarat maupun sunnat dan hal-hal yang membatalkan puasa.
Demikian juga tujuan, hikmah serta fadhilah dari amalan-amalan yang dikerjakan dalam momentum bulan suci Ramadhan. Di dalam bulan Ramadhan banyak sarana yang disediakan untuk seorang Muslim yang menjalankan ibadah puasa bisa menimba ilmu.
Baik lewat media cetak, elektronik (radio, televisi, medsos) maupun secara langsung para da’i menyampaikan lewat mimbar-mimbar Masjid.
Seseorang yang memiliki dan memahami ilmu terutama ilmu tentang tata cara beribadah seperti puasa dan juga dasar hukumnya maka pasti dia akan melaksanakannya dengan baik dan benar sesuai kehendak Allah dan Rasul-Nya.
Karena minimnya pengetahuan sehingga ada orang yang mendahului satu atau dua hari sebelum masuk bulan Ramadhan dengan maksud berjaga-jaga jangan sampai Ramadhan telah masuk.
Baca Halaman Selanjutnya..
Adapun berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan karena bertepatan dengan kebiasaannya seperti puasa sunnat Senin Kamis, puasa Daud dan lain-lainnya, maka hal tersebut diperbolehkan.
Rasulullah Saw, bersabda: “Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari kecuali seseorang yang biasa berpuasa dengan suatu puasa tertentu maka (tetaplah) ia berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Demikian pula sebagian umat Islam beranggapan bahwa puasa Ramadhan itu harus genap tiga puluh (30) hari, kalau dua puluh Sembilan (29) berarti tidak cukup satu bulan.
Padahal bulan-bulan Islam itu ada dua kemungkinan yaitu bisa (29) hari dan (30) hari, sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar RA, bahwa Rasulullah Saw, bersabda: “….Maka berpuasalah kalian ketika kalian sudah melihatnya (hilal), dan berbukalah (berhari rayalah-pen) ketika melihatnya.
Kemudian apabila bulan tertutup atas kalian maka genapkan bulan (Sya’ban) itu tiga puluh ( 30 ) hari.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini berarti bahwa bila bulan Sya’ban menjadi tiga puluh (30) hari maka bulan Ramadhan menjadi dua puluh sembilan (29) hari.
Selain itu, di dalam bulan Ramadhan juga ada suatu amalan yang disebutkan dengan tadarrus Al-Qur’an. Perlu diketahui bahwa tadarrus Al-Qur’an yang dimaksud adalah belajar Al-Qur’an, bukan hanya sebatas membaca dan mengkhatamnya berkali-kali.
Baca Halaman Selanjutnya..
Tetapi disamping dibaca dengan baik dan benar sesuai kaidah-kaidah ilmu tajwid, harus berusaha mengetahui maknanya, lalu memahami dan menghayatinya, sehingga pada gilirannya mengamalkan isi dan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari.
Karena Al-Qur’an adalah sebagai pedoman hidup bagi kita umat manusia, penjelasan dari pedoman itu dan juga sebagai pembeda antara yang hak dan yang batil.
Sebagaimana firman Allah: “Bulan Ramadhan diturunkan di dalamnya Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi umat manusia, penjelasan atas pedoman itu dan pembeda antara yang hak dan yang bathil…” (QS. Al-Baqarah: 185).
Keempat, Al-Maghfirah. Artinya seorang Muslim ketika memasuki bulan suci Ramadhan hendaknya memperbanyak meminta ampun kepada Allah SWT, atas segala dosa dan salahnya baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja.
Demikian juga mau meminta dan memberi maaf kepada sesama umat manusia, terutama orang-orang dekat seperti kedua orang tua, suami-istri, anak-anak, saudara, tetangga dan lain-lainnya.
Hal ini dimaksudkan agar ketika memasuki bulan Ramadhan hati dan jiwa kita dalam keadaan suci bersih sehingga mampu dan mudah menerima berbagai hikmah serta nilai-nilai kebaikan yang terkandung dalam bulan yang penuh berkah ini, demi meraih predikat taqwa di sisi Allah SWT. insya Allah. (*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Jumat, 21 Februari 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/02/jumat-21-februari-2025.html