Malutpost.com — September 2024, momen penting bagi Dadan Ramdani. Tak hanya menjadi juara TTP inspiratif, penampilannya mengenakan pakaian adat Coka Iba juga menjadi perhatian para peserta, bahkan mendapat apresiasi khusus dari Menteri Desa.
Dadan Ramdani, pertama kali menginjakkan kaki di Maluku Utara (Malut) di tahun 1992. Kala itu, pria asal Jawa Barat ini mengikuti program transmigrasi. Program yang dijalankan pemerintah orde baru dengan memindahkan penduduk Jawa yang sudah padat penduduk, ke daerah lain di luar Jawa.
Sekadar mengingatkan, sesuai aturan dalam Garis Besar Haluan Negara tujuan transmigrasi adalah untuk menyebarkan penduduk dan tenaga kerja.
Selain itu sebagai sarana pembukaan dan pengembangan daerah produksi serta pertanian dalam pembangunan daerah. Transmigrasi menjadi program prioritas di masa orde baru, sasarannya peningkatan taraf hidup para transmigran juga untuk masyarakat asli di daerah tujuan.
Berdasarkan informasi dari sejarah Desa Wairoro, Kedatangan Dadang dan rekan-rekannya dari Jawa Barat di tahun 1992, saat itu Desa Wairoro Indah baru dihuni belum setahun, sebab pemukiman pertama dibuka di akhir tahun 1991.
Kelompok Dadan saat masuk di Wairoro, baru ada 120 KK yang bermukim, mereka berasal dari berbagai daerah baik dari Pulau Jawa maupun dari Malut yang dikenal dengan trans lokal.
Lokasi trans yang sebelumnya termasuk dalam areal hutan lindung yang disiapkan pemerintah untuk warga trans awalnya hanya lahan tidur, digarap menjadi lahan pertanian.
Baca Halaman Selanjutnya..
Sekitar 10 tahun menjadi petani, Dadan pun mencoba profesi baru. Dia pun melamar di perusahaan tambang Weda Bay Nickel (WBN) di tahun 2012, tapi hanya sampai 2017 dirinya tak lagi bekerja di perusahaan yang kini telah bertransformasi menjadi IWIP, karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Kemudian di tahun 2022, untuk mendukung program pemberdayaan desa, pemerintah merekrut Tenaga Pendamping Profesional (TPP). Dadan yang sebelumnya pernah gagal dalam pencalonan Kepala desa Wairoro Indah di tahun 2017 pun mengajukan diri.
Dan ternyata, dia diterima. Sebagai pendamping desa, di Desa Wairoro Indah, Dadan pun menjalankan tugasnya secara profesional.
Akhirnya, dia ditunjuk sebagai TPP mewakili Malut di ajang yang digelar Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pada kategori Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Inspiratif tingkat pendamping lokal Desa untuk wilayah Indonesia Timur.
Pada kompetisi yang diikuti para pendamping desa dari wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, Malut serta Papua itu dilaksanakan di Bali. Ayah dua anak ini menyebutkan, satu hal penting yang harus dilakukan para PTT di lomba itu adalah peserta harus membuat karya tulis ilmiah.
Kompetisi yang dilaksanakan pada September tahun 2024 itu, Dadan menulis tentang Desa Digital Wairoro. Dia pun mengungkap alasannya mengangkat masalah tersebut karena di Halteng belum ada desa digital.
Program desa digital ini, targetnya pada pelayanan dan informasi desa, dan itu bisa diakses oleh semua warga dan ini termasuk program desa dan memang telah berjalan di desanya. “Namun hanya berjalan lima bulan kemudian berhenti,” ucapnya.
Baca Halaman Selanjutnya..
Terhentinya program ini, karena kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki Desa Wairoro Indah, Kecamatan Weda Selatan. Dia berharap, pemerintah desa bisa melanjutkan lagi program itu dengan menyiapkan SDM yang dibutuhkan.
Lomba tersebut juga kata Dadang, menjadi momen penting dan membanggakan. Pasalnya, berdasarkan aturan tiap peserta harus menampilkan baju adat dari daerahnya masing-masing.
Pada kesempatan itu, dia mengenakan pakaian adat Cogo Ipa atau yang biasa dikenal dengan Coka Iba. Dia pun berusaha untuk mendapatkan baju khas masyarakat Gamrange (Weda, Patani dan Maba) terutama saat peringatan Maulid Nabi Muhammas SAW lengkap dengan aksesorisnya.
Usahanya itu membuahkan hasil. Pakaian yang dikenakannya itu mengundang perhatian dari para peserta maupun undangan yang hadiri di lokasi acara tersebut.
Bahkan mendapat apresiasi khusus dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Desa, Taufik Majid, karena dia tampil berbeda dengan daerah yang lain.
Bahkan, saat dirinya dipanggil maju mengambil penghargaan dia tak bisa melepaskan bajunya itu, karena dilarang Menteri Desa yang saat itu masih dijabat Widarjanto.
Dia mengaku bangga karena kedatangannya tak hanya untuk desa tapi juga ternyata Dadang turut mempromosikan budaya daerah.
“Dari tamu undangan banyak yang minta foto dan keterangan dari pakaian adat,” kenangnya.
Di ajang itu, dia juga sempat memberikan souvenir cogo ipa kepada menteri. Dadang yang hingga kini masih menjadi pendamping desa berkomitmen untuk terus melakukan pendampingan, guna membantu menyelesaikan permasalahan desa, meski kebijakannya ada di Kepala desa. (tir/nty)
Reporter: Muhatir S Badarudin
Weda