Kekerasan Seksual dan Bentuknya

Minimnya infromasi membuat korban tidak tau kemana dan kepada siapa harus mengadukan peristiwa kekerasan seksual yang dialaminya, jaringan telekomonikasi yang terbatas, budaya yang mana menganggap bahwa kekerasan seksual yang dialami korban adalah aib keluarga yang tidak boleh diketahui oleh semua orang.

Apalagi jika pelakunya adalah ayah kandung atau ayah sambung ataupun anggota keluarga lainnya, ada budaya/adat tertentu juga menganggap bahwa kekerasan seksual dapat diselesaikan dengan membayar denda kepada korban yang nilai dendanya ditentukan oleh tokoh adat dan pemangku kepentingan di Desa.

Tahun 2024, di Halmahera Selatan tercatat (Berita Online), 11 Kasus Kekerasan Seksual yang terjadi dibeberapa desa, korbannya adalah anak dibawah umur dan pelakunya adalah ayah kandung, atau ayah sambung, pelecehan seksual juga terjadi pada perempuan dewasa yang pelakunya adalah atasannya sendiri di tempat kerja.

Korban kekerasan seksual berhak mendapatkan pelayan medis untuk fisik dan mentalnya, di Kabupaten Halmahera Selatan, baru mendapatkan pelayanan medis secara fisiknya, untuk psiskis atau pemulihan mental korban.

Halmahera Selatan belum memiliki psikiater, dan pemulihan korban dilakukan oleh pendamping korban, yang berasal dari Lembaga social kemasyarakatan atau petugas pendampingan dari Badan / instansi pemerintah yang membidangi Urusan perempuan dan anak, yang praktek pemulihan dilakukan berdasarkan pengalaman pendampingan korban kekerasan seksual.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7

Komentar

Loading...