Kepala Daerah Terpilih Harus Tahu! Quo Vadis APBD

Jika Pemda akan menghindarkan terjadinya ekonomi biaya tinggi (tingginya Capital-Output Ratio/COR) yang melesukan produktivitas dunia usaha, maka jangan terlalu menggenjot PAD (local taxing power).
Untuk PAD sektor pertambangan tidak lagi kita hitung ulang karena sudah dapat dipastikan dari keberadaan Proyek Stategis Nasional (PSN) Nikel Weda dan Pulau Obi, dan tambang emas Halut dan bijih besi Pulau Taliabu, maka Pemda harus fokus pada bagaimana menghitung nilai ekonomis pada PAD non pertambangan, agar tidak memberatkan para pelaku usaha (investor).
Kemudian, kebijakan alokasi (anggaran) yang rasional harus dilakukan. Alokasi yang rasional adalah cateris paribus agar keleluasaan alokasi pada program produktif (belanja modal non aset perkantoran dan pengeluaran pembiayaan berupa investasi pemda) yang diharapkan memberikan dampak berganda (multiplier) pada nilai tambah/perekonomian dapat diperbesar.
Alokasi anggaran pada belanja konsumtif harus dilakukan secara prudent dengan menghitung skenario optimalisasi dan efisiensinya. Belanja konsumtif seperti belanja pegawai dan belanja barang sebenarnya masih diperlukan untuk mendorong daya beli dan pengeluaran rumah tangga pada PDRB Maluku Utara. Namun, alokasinya harus dihitung secara cermat.
Belanja modal pun seyogyanya dikurangi, kecuali belanja modal untuk membangun Properti investasi. Sedangkan aset tetap seperti Gedung dan bangunan yang dibangun hanya untuk kemewahan dan kemegahan perkantoran seyogyanya dikurangi, kecuali Gedung dan bangunan yang digunakan untuk pelayanan umum seperti rumah sakit dan sekolah.
(Sumber data: LKPD Audited 11 Pemda di Malut dari tahun 2018 s.d. 2023). (*)
Komentar