(Sebuah Catatan Memperingati Hari Gizi Nasional 2025)

Kurang Makan Mati, Makan Lebih Pun Mati

Karena hidup dengan penyakit akan membatasi akitivitas hidup seseorang, menurunkan kualitas hidupnya, dan akan menurunkan produktifitas serta dayagunanya.

Ironis: krisis pangan masih saja terjadi di mana-mana, sementara pada saat yang bersamaan, food loss dan food waste juga terjadi dalam jumlah yang besar.

Menurut data Global Hunger Index (GHI), indeks kelaparan Indonesia pada tahun 2024 adalah yang tertinggi kedua di Asia Tenggara. Data Survey Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki prevalensi stunting sebesar 21,5%, prevalensi balita yang mengalami wasting sebesar 6,4%, dan sebanyak 2,1% untuk severly wasting.

Di sisi lain, berdasarkan Food Waste Index Report 2024 yang dirilis United Nations Environment Programme (2024), Indonesia termasuk dalam daftar negara dengan food loss dan food waste tertinggi di dunia.

Fakta ini sama ironisnya dengan kasus kekurangan gizi yang terjadi bersamaan dengan kasus kelebihan gizi di banyak wilayah. Karena itu, kita (terutama yang memiliki akses pangan yang baik) sudah seharusnya bijak dan adil dalam makan-minum adil dimaknai sebagai menempatkan sesuatu pada tempatnya/porsinya, tidak lebih dan tidak kurang.

Kurang makan mati, makan lebih pun mati. Bijak dan adil dalam makan-minum adalah suatu kemestian, karena “you are what you eat”-nya Hippokrates (460-370 SM), tidak saja soal kualitas (apa yang dimakan sebagaimana yang diartikan kebanyakan), tapi juga mencakup soal kuantitas (seberapa banyak yang dimakan). Semoga Tuhan menyukai kita dalam makan dan minum. (*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Selasa, 21 Januari 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/01/selasa-21-januari-2025.html

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7 8

Komentar

Loading...