(Sebuah Catatan Memperingati Hari Gizi Nasional 2025)
Kurang Makan Mati, Makan Lebih Pun Mati

Sementara guncangan ekonomi, menjadi faktor utama di 21 negara tempat sekitar 75 juta orang menghadapi tingkat kerawanan pangan akut yang tinggi karena ketergantungan mereka yang tinggi pada impor pangan.
Di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional, prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan pada tahun 2023 berada pada angka 8,53%. Di mana Papua, Maluku, dan Maluku Utara menjadi 3 provinsi teratas dengan prevalensi ketidakcukupan konsumsi, masing-masing 35,63%, 30,27%, dan 29,56%.
Dampak dari krisis pangan ini bisa jadi sangat banyak dan beragam. Salah satu dampaknya adalah berkaitan dengan malnutrisi. Food and Agriculture Organization (FAO) menggambarkan krisis pangan sebagai situasi di mana kerawanan pangan yang parah dan kekurangan gizi meningkat di tingkat lokal dan nasional.
Krisis pangan, jika secara sederhana diartikan sebagai kurang atau tidak diperolehnya kebutuhan makan-minum yang cukup, maka sudah pasti akan berimbas pada masalah kecukupan gizi.
Dari panganlah (pangan nabati dan pangan hewani) semua zat gizi, baik makro maupun mikro, berasal. Karena itu, kurang makan artinya kurang gizi.
Tubuh yang tidak mendapatkan cukup gizi, bisa mengalami wasting (berat badan rendah menurut tinggi badan), stunting (tinggi badan rendah menurut umur), dan kekurangan berat badan (berat badan rendah menurut umur).
Ciri-ciri seseorang mengalami kurang gizi antara lain: penurunan berat badan sehingga indeks massa tubuh menjadi kurang dari 18,5 kg/m2, penurunan nafsu makanan, gangguan menstruasi, perubahan kebiasan makan, kehilangan lemak dan massa otot, pipi cekung dan mata cekung.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar