Jelas, pangan adalah hal vital bagi keberlangsungan dan kualitas hidup manusia. Karena itu, kata-kata Presiden RI pertama, Ir. Sukarno, dalam pidatonya pada peletakan batu pertama pembangunan Gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia di Bogor pada 27 April 1952 bahwa ”urusan pangan adalah hidup-matinya sebuah bangsa” makin memperlihatkan kebenarannya.

Meskipun termasuk dalam kebutuhan hakiki dan hak asasi manusia, pemenuhan akan pangan bagi manusia tidak serta merta ‘sim salabim’ langsung, atau dengan mudah, terpenuhi.

Dari tahun ke tahun, kekurangan pangan menjadi problem utama yang terjadi di berbagai belahan dunia. Menurut Laporan Global tentang Krisis Pangan 2024 (https://www.fsinplatform.org/grfc2024), hampir 282 juta orang di 59 negara dan wilayah mengalami tingkat kelaparan akut yang tinggi pada tahun 2023 naik 24 juta dari tahun sebelumnya.

Di mana anak-anak dan perempuan adalah pihak yang paling terdampak dari kondisi ini. Menurut laporan tersebut, terdapat lebih dari 36 juta anak di bawah usia 5 tahun yang mengalami malnutrisi akut di 32 negara pada tahun 2023, dengan konflik dan pengungsian akibat bencana sebagai faktor penyebab utamanya.

Data terbaru tentang kelaparan berkepanjangan di seluruh dunia menyebutkan bahwa ada 36 negara yang telah dimasukkan dalam Laporan Global tahunan tentang Krisis Pangan setiap tahun sejak 2016.

Negara-negara tersebut mewakili 80% dari negara-negara yang paling kelaparan di dunia. Di antara faktor pendorong utama kerawanan pangan akut, konflik tetap menjadi faktor yang paling utama yang memengaruhi 135 juta orang di 20 negara.

Di samping itu, peristiwa cuaca ekstrem juga menjadi pendorong utama di 18 negara, yang memengaruhi 77 juta orang, di mana pada tahun 2023 merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat, dan terjadi banyak episode banjir besar, badai, kekeringan, kebakaran hutan, dan wabah hama dan penyakit, yang semuanya merupakan penyebab krisis pangan.

Baca Halaman Selanjutnya..