Sebuah Renungan Tentang Bahasa, Identitas, dan Literasi

Ngana Kita

Salim

Bahasa daerah, seperti "Ngana kita", bukan hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga sebuah identitas yang melekat pada suatu komunitas.

Di Ternate, misalnya, "Ngana kita" adalah bentuk khas dari komunikasi yang tidak hanya mencerminkan keakraban tetapi juga kebanggaan terhadap warisan budaya lokal.

Namun, beberapa tahun belakangan, kita menyaksikan munculnya upaya untuk menghilangkan penggunaan bahasa ini, terutama di kalangan orang tua dan pengajar, yang cenderung mendorong anak-anak mereka untuk lebih banyak berbicara menggunakan bahasa Indonesia tinggi.

Di beberapa sekolah, banyak guru yang berusaha untuk menggantikan "Ngana kita" dengan "Aku kamu", demi mengikuti standar bahasa Indonesia yang lebih formal.

Bahkan, di beberapa kampus, dosen-dosen yang merupakan orang asli Maluku Utara juga memberikan instruksi kepada mahasiswa untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baku, bukan dialek lokal.

Para pengajar dan orang tua berpendapat bahwa anak-anak yang terbiasa menggunakan bahasa daerah akan kesulitan bersaing dengan anak-anak dari luar, terutama yang berasal dari bagian Indonesia Barat, jika terus menggunakan bahasa daerah dalam percakapan sehari-hari.

Namun, perlu dipertanyakan apakah benar bahwa penggunaan bahasa daerah akan menghambat kemampuan anak-anak Maluku Utara dalam berkompetisi dengan anak-anak dari luar daerah? Pemikiran ini, meskipun bisa dimengerti, sejatinya adalah sebuah kesalahan besar.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...