Oleh: Dr. Hasbullah, S.TP,. M.sc
(Dosen Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Faperta-Unkhair dan Ketua Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia Cabang Ternate)
Pala merupakan salah satu tanaman rempah asli Indonesia dari famili Myristicaceae, genus Myristica, dan spesies Myristica fragrans. Biji pala dan fuli, yang dalam bahasa lokal Ternate disebut dengan gosora dan balawa, merupakan dua komoditas utama dari tanaman pala dengan aroma terkuat di dunia.
Besarnya daya pikat aroma keduanya, dibuktikan dengan berdatangannya sejumlah bangsa dari berbagai belahan dunia ke tempat keduanya berasal. Cina, Arab, Gujarat, Persia, adalah yang lebih awal datang dan berniaga dengan damai.
Belakangan (abad ke-16), bangsa-bangsa Eropa (Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris) mulai mencari cara dan bergerak seperti orang kerasukan membelah samudera-menerobos Antartika.
Setelah menghirup kabar aroma eksotis pala dan fuli- hanya untuk sampai ke jazirah al-mulk (istilah untuk kepulauan Maluku), negeri para raja, tempat sumber aroma pala dan fuli menyeruak, dan kemudian membawa pulang keduanya ke negeri mereka masing-masing dengan lambung kapal yang penuh dan nyaris pecah.
Tak butuh waktu lama, hasrat bangsa-bangsa Eropa yang keterlaluan terhadap pala dan fuli menimbulkan banyak perselihan antara mereka dengan tuan tanah pemilik sah pala dan fuli, antara mereka dengan para pedagang dari bangsa lain yang telah lama berniaga dengan damai, bahkan, perselisihan yang brutal antar sesama mereka bangsa-bangsa Eropa.
Pala dan fuli (dan juga cengkih) mungkin boleh dibilang, merupakan alasan terkuat atas lahirnya Tordesillas dan Saragosa, yang membentuk sejarah dunia, dan juga adalah manifestasi dari kerasukan dan kerakusan duniawi. Tulisan ini jelas terlalu kecil untuk sebuah potret utuh tentang pala di masa lalu, kini, dan akan datang.
Tetapi, mungkin bisa menjadi sepotong puzzle untuk memahami “perjalanan hidup” tanaman rempah ini dari masa ke masa, sekaligus menjadi bagian yang dapat melengkapi upaya untuk “menghidupkan” pala lebih lama dan menjadikannya lebih bermaslahat di masa depan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Dulu. Ini tentang sejarah masa lalu. Dalam catatan-catatan sejarah disebutkan bahwa pala telah lama digunakan oleh bangsa-bangsa Eropa untuk meningkatkan level status makanan mereka, yang tadinya sangat tawar dan miskin citarasa.
Selain itu, pala dapat pula digunakan untuk memperpanjang masa simpan makanan dan untuk mengobati beberapa penyakit. Pengetahuan tentang penggunaan dan manfaat pala saat itu benar-benar hanya terbatas pada bukti-bukti praktis (empiris) tanpa penjelasan yang memadai.
Kini. Dalam dunia modern, terutama dalam konteks sains modern, kegunaan pala mulai terkuak berdasarkan eksperimen/riset yang memadai dan tervalidasi. Dengan begitu, mekanisme yang berada di balik sejumlah kegunaan pala di masa lalu dapat dijelaskan dengan lebih rasional.
Penulis menyebut hal ini sebagai pengungkapan manfaat pala melalui jalan dan bahasa sains modern. Kegunaan-kegunaan/peran-peran yang dimainkan pala ini, dalam dunia ilmiah, disebut sebagai bioaktivitas atau aktivitas biologis.
Di antara aktivitas biologis pala yang telah dipublikasikan antara lain sebagai antioksidan, antidiabetik, antihiperglikemik, antiinflamasi, antimikroba, dan sebagainya. Dengan metode riset umum/dasar maupun yang termodifikasi, bioaktivitas pala satu per satu mulai terkuak secara sistematis dengan argumen-argumen yang lebih kuat.
Akan Datang. Masa lalu adalah sejarah bagi masa kini, dan masa kini akan menjadi sejarah dan referensi bagi masa yang akan datang. Bagaimana pala di masa yang akan datang?
Dari kumpulan pengetahuan dan data ilmiah yang telah terungkap itulah, pala akan dimanfaatkan dan dikembangkan sesuai dengan konteks zaman, dan ini, di antaranya, bisa dilakukan dalam bentuk riset lanjutan dan mendalam yang akan menguak rahasia-rahasia lain yang terkandung dalam tanaman rempah ini.
Di bidang farmasi dan kedokteran pala dapat dimanfaatkan sebagai obat atau terapi bagi sejumlah penyakit (tentu dengan dasar pengetahuan yang lebih rasional dan memadai).
Baca Halaman Selanjutnya..
Di bidang teknologi pangan (bidang yang penulis geluti), dapat mewujud dalam berbagai riset dan desain produk olahan makanan dan minuman dari pala (misalnya, dengan merujuk pada hasil riset yang telah terpublikasi sebelumnya tentang bioaktivitas pala dan fuli, kita dapat membuat produk pangan fungsional yang tidak saja memenuhi kebutuhan gizi dan pemuasan sensoris belaka, tapi juga dapat memberi manfaat fisiologis/kesehatan bagi tubuh manusia).
Apablia agenda-agenda semacam ini dilakukan, maka pala akan terus ‘hidup’, tidak hanya sebatas suatu materi belaka -sebagai sebuah tanaman hidup yang menebar aroma wangi hingga ke berbagai belahan dunia-, tapi juga menghidupkan aspek non-materinya, berupa pengetahuan dan kemanfaatan bagi umat manusia sepanjang masa.
Ternate adalah satu dari pulau-pulau tempat pala dan fuli berasal, juga sebagai sumber aroma keduanya menyeruak hingga ke seluruh penjuru dunia. Sebagai kota, Ternate yang dulunya terkenal dengan “Ternate Majang”, kini sedang mengenakan nama kekiniannya, “Ternate Kota Rempah”.
Segala upaya dan startegi ke arah branding terkini kota ini telah (dan mungkin sedang, dan akan) dilangsungkan: museum rempah sudah diadakan dan ‘berisi’, tulisan kuning “Ternate Kota Rempah” pun sudah tegak bagai petugas penyambut kedatangan tamu yang tiba melalui Bandar Udara Sultan Baabullah.
Sejumlah agenda dan hal ihwal tentang gastronomi yang dikait-kaitkan dengan kedua komoditas rempah ini pun telah dan sedang ramai dihelat agar bisa menyandang gelar kota kreatif, begitu juga program-program lainnya.
Meskipun demikian, membincangkan pala dan fuli sudah semestinya tidak saja tentang masa lalunya (yang memang penting), tapi juga tentang masa kini dan masa mendatangnya.
Semoga saja si Myristica fragrans ini terus hidup dan dihidupkan di “kota rempah” ini -yang usianya kini telah memasuki 774 tahun sebagai sebuah kota-, oleh pemerintah maupun seluruh kalangan masyarakat Ternate.
Sebagaimana kata kalangan bijak bestari, “kita tidak akan menyunting dan menghirup wanginya bunga mawar dari huruf-huruf M.A.W.A.R”, kita juga tidak ingin suatu saat hanya menghirup aroma wangi pala dan fuli dari huruf-huruf P.A.L.A dan F.U.L.I. Teruslah hidup pala dan fuli di Ternate si “kota rempah”!. (*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Kamis, 02 Desember 2024
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/01/kamis-2-januari-2025.html