Setubuhi Anak Angkat, Seorang Pria di Tidore Dihukum 10 Tahun Penjara

Konstruksi pemidanaan yang berat dalam pasal a quo menunjukkan bahwa racio legis dari pasal a quo oleh bentuk UU semata-mata melindungi kepentingan hukum korban in this case korban persetubuhan anak dibawah umur.
"Sehingga dalam perkara a quo, seharusnya putusan hakim jauh lebih berat dari tuntutan jaksa," kata Suarez.
Menurutnya, lagi pula dalam hukum acara pidana putusan hakim tidak didasarkan pada tuntutan, tetapi di dasarkan pada dakwaan JPU dan segala hal yang terbukti dalam persidangan (vide Pasal 182 ayat 4 KUHAP).
Pengenaan sanksi pidana yang berat bagi terdakwa tersebut bukan tanpa alasan, sebab perbuatan terdakwa yang telah melakukan persetubuhan kepada korban sejak korban duduk di bangku kelas 2 SMP hingga kelas 3 SMA/MA kurang lebih 5 tahun.
Maka perbuatan terdakwa jika diakumulasi menjadi kurang lebih sebanyak 720 kali persetubuhan. Hal ini terungkap dalam fakta persidangan dengan keterangan saksi korban yang diikuti dengan saksi berantai (kettingbewijs).
Kendati demikian putusan hakim a quo telah mempertimbangkan pernyataan korban atau victim impact statement (VIS) yang diajukan oleh kami selaku Kuasa Hukum Korban sehingga dalam racio decidenti putusan a quo hakim telah mempertimbangkan pernyataan dimaksud.
Oleh karena, putusan hakim yang telah dibacakan, melekat prinsip res judicata pro varitate hebetur atau putusan hakim harus dianggap benar oleh semua pihak, baik terdakwa maupun korban.
"Kami meminta kepada semua pihak, khususnya keluarga terdakwa, kerabat atau pihak-pihak tertentu yang sejak semula memang telah mendiskreditkan korban seolah-olah korban telah merekayasa kasus, melakukan pengakuan yang tidak benar, sehingga dianggap sebagai fitnah atau keterangan yang tidak mendasar, hingga korban dipukul dan mendapat perlakuan yang sadis dari orang terdekat, karena tidak percaya dengan pengakuan korban," kata Suarez.
Namun, fakta telah membuktikan bahwa pernyataan korban yang sejak semula tidak dianggap benar, sekarang telah terbukti di meja hijau pengadilan dengan memberikan putusan pemidanaan kepada terdakwa. Dengan putusan tersebut, maka peta perjalanan kasus persetubuhan telah selesai.
"Kepada semua pihak baik agar menerima dan melindungi korban ditengah-tengah masyarakat," sambung Suarez.
"Harapan besar kami, baik korban, maupun keluarga korban dapat diterima kembali di tengah-tengah masyarakat dan korban tidak lagi mengalami kejahatan yang berulang (Re-Victimization). Apalagi jika kita melakukan pendekatan berbasis korban (victim centered approach), maka jelas, korban yang masih anak-anak, rentan dan berpotensi mengalami atau menjadi korban yang berulang (Re-Victimization)," terang Suarez.
Dari kejadian ini, pihaknya meminta keluarga, masyarakat maupun negara untuk bertanggung jawab dalam melakukan legal protection for the victim untuk melindungi korban kejahatan dari segala bentuk potensi kejahatan yang terjadi disekitar. (one)
Komentar