Site icon MalutPost.com

Pak Presiden Mungkin Lupa

Ikram Halil

Oleh: Ikram Halil
(Ketua Komunitas SOCCER Maluku Utara)

Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming telah diumumkan, namun tak satupun putra atau tokoh dari Maluku Utara menduduki jabatan menteri maupun wakil menteri.

Ini merupakan pukulan telak bagi masyarakat Maluku Utara, sebuah provinsi yang kaya sumber daya alam, terutama di sektor pertambangan.

Ironisnya, meskipun wilayah ini menjadi pusat industri strategis nasional, keberadaannya seolah-olah diabaikan dalam proses pengambilan kebijakan tingkat pusat.

Ketimpangan seperti ini menegaskan bahwa distribusi kekuasaan politik dan pembangunan masih belum merata di Indonesia.

Kaya Sumber Daya, Miskin Representasi Politik

Maluku Utara memiliki potensi alam yang luar biasa. Dua industri tambang raksasa di wilayah ini bahkan berstatus proyek strategis nasional (PSN), dengan kontribusi signifikan bagi kebutuhan ekonomi nasional.

Selain itu, terdapat ratusan perusahaan tambang lain yang beroperasi di provinsi ini, mengekstraksi kekayaan mineral seperti nikel dan emas.

Ironisnya, semua hasil pertambangan tersebut dikirim ke Jakarta atau ke luar negeri, sementara provinsi ini hanya menerima dampak negatif berupa kerusakan lingkungan dan konflik sosial.

Minimnya peran tokoh lokal di kabinet pusat menunjukkan bahwa suara politik Maluku Utara tidak cukup diperhitungkan.

Baca Halaman Selanjutnya..

Masyarakat dan elite daerah merasa dilupakan, meskipun mereka berkontribusi besar dalam menopang perekonomian nasional.

Tidak adanya perwakilan menteri atau wakil menteri dari Maluku Utara mencerminkan bahwa pemerintah pusat masih belum serius dalam memperhatikan aspirasi daerah, terutama daerah yang memiliki sumber daya strategis.

Ketidakadilan ini semakin mempertegas bahwa pembangunan Indonesia masih terkonsentrasi di wilayah tertentu saja, khususnya di Pulau Jawa.

Janji Pembangunan yang Tidak Terpenuhi 

Ketimpangan pembangunan di Maluku Utara tidak hanya terlihat dari sisi politik, tetapi juga dari realisasi janji-janji pemerintah pusat yang tak kunjung terwujud.

Misalnya, janji pembangunan bandara bertaraf internasional, jalan bebas hambatab dan percepatan pengembangan Kota Sofifi sebagai ibu kota provinsi masih sebatas wacana. Sofifi hingga kini belum berkembang layaknya ibu kota provinsi lain di Indonesia.

Statusnya yang tidak jelas sebagai pusat pemerintahan turut memperburuk kondisi ini, karena pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik menjadi terhambat.

Meskipun Maluku Utara pernah meraih predikat sebagai provinsi paling bahagia di Indonesia, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak aspek penting terabaikan.

Ketiadaan akses transportasi yang memadai, lambatnya pembangunan infrastruktur, dan rendahnya perhatian pemerintah pusat menyebabkan provinsi ini tertinggal dibanding daerah lain.

Baca Halaman Selanjutnya..

Harapan masyarakat terhadap perubahan melalui janji-janji pemerintah pusat justru berujung pada kekecewaan, karena hingga kini janji-janji tersebut tidak direalisasikan.

Akumulasi Ketidakadilan dan Dampaknya bagi Pembangunan Daerah

Maluku Utara tidak hanya diabaikan dari segi politik, tetapi juga mengalami ketimpangan ekonomi dan pembangunan.

Sebagai provinsi penghasil sumber daya tambang, daerah ini seharusnya mendapatkan lebih banyak perhatian dan insentif dari pemerintah pusat.

Namun, kenyataannya, kontribusi ekonomi Maluku Utara tidak diimbangi dengan alokasi anggaran dan pembangunan yang memadai.

Pendapatan daerah tidak sebanding dengan kekayaan alam yang dimiliki, sehingga menyebabkan banyak masalah sosial dan ekonomi yang tidak tertangani dengan baik.

Akumulasi ketidakadilan ini telah menciptakan frustrasi di kalangan masyarakat. Mereka merasa bahwa Maluku Utara hanya dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi pusat, tanpa mendapatkan hak dan perhatian yang layak.

Minimnya representasi politik, baik di tingkat kementerian maupun dalam kebijakan pembangunan, memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah pusat.

Jika ketidakadilan ini dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin akan muncul sentimen ketidakpuasan yang lebih besar, bahkan berpotensi mengganggu stabilitas sosial.

Baca Halaman Selanjutnya..

Perlunya Kebijakan yang Adil dan Berkelanjutan

Ketidakadilan yang dialami Maluku Utara merupakan cerminan masalah struktural dalam pembangunan dan distribusi kekuasaan di Indonesia.

Pemerintah pusat harus segera mengambil langkah konkret untuk memastikan bahwa provinsi ini tidak hanya menjadi objek eksploitasi ekonomi, tetapi juga mendapat perhatian dalam hal pembangunan dan representasi politik.

Janji-janji pembangunan, seperti pengembangan Sofifi, pembangunan bandara internasional, dan infrastruktur jalan tol, harus segera direalisasikan.

Selain itu, perlu ada kebijakan afirmatif untuk melibatkan putra daerah dalam posisi strategis di pemerintahan pusat.

Hanya dengan kebijakan yang adil dan berkelanjutan, ketimpangan pembangunan dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah pusat dapat diminimalisir.

Masyarakat Maluku Utara berharap bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran mampu membawa perubahan dan mewujudkan komitmen pembangunan yang selama ini dijanjikan.

Tanpa langkah nyata, Maluku Utara akan terus menjadi provinsi yang kaya sumber daya namun miskin pembangunan dan representasi.(*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Rabu, 23 Oktober 2024
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2024/10/rabu-23-oktober-2024_23.html

Exit mobile version