H-1 Penetapan Paslon KPU Morotai Terus Disorot, Akademisi: Polemik Dokumen Syarat Calon Wajib Didalami

Aslan Hasan.

Ternate, malutpost.com – Akademisi Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate, Aslan Hasan kembali menyoroti kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pulau Morotai, jelang penetapan pasangan calon (Paslon) bupati dan wakil bupati pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) Minggu, 22 September 2024,

Aslan menuturkan, KPU Pulau Morotai harus lebih cermat dalam menilai dan memahami jenis atau bentuk dokumen syarat calon yang diperlukan.

Karena setiap dokumen yang diterbitkan dan ditujukan perlu menerangkan setiap item, yang ditentukan sebagai syarat calon dalam undang-undang maupun PKPU pencalonan.

“Jika dokumen yang diterbitkan sama sekali tidak menerangkan keadaan yang diperlukan sebagai syarat calon, maka dokumen tersebut tidak bisa digunakan karena cacat substansi. Jadi perlu kecermatan dan ketelitian dari KPU,” tegasnya kepada malutpost.com Sabtu (21/9/2024)

Menurutnya, masalahnya bukan soal status bakal calon pada perkara tertentu, tapi apakah produk dokumen yang diterbitkan oleh pengadilan sudah sesuai format yang diperlukan dan benar-benar menerangkan keadaan yang dibutuhkan atau tidak. Jika tidak sesuai maka dengan sendirinya tidak bisa digunakan sebagai dokumen syarat pencalonan.

“Dokumen syarat calon dari salah satu bakal calon yang saat ini beredar di publik, sama sekali tidak menerangkan konteks dan keadaan yang diterangkan sebagai syarat calon yakni, tidak memiliki tanggungan utang baik individu maupun badan hukum,” ujarnya.

Mantan Komisioner Bawaslu Malut itu menilai, terkait stetmen salah satu akademisi yang menyebutkan bakal calon yang dimaksud secara hukum tidak lagi memiliki tanggungan utang, lantaran perkara yang pernah ditangani telah berakhir dengan perdamaian serta beban ganti rugi sesuai putusan pengadilan merupakan tanggung jawab pemerintah daerah itu, justru lebih mempertegas objek utang tersebut merugikan keuangan negara karena beban pembayarannya diserahkan ke Pemda Pulau Morotai.

“Kalau benar tanggung jawab ganti rugi dialamatkan ke Pemda, mestinya perjanjian damai itu bukan person tapi Pemda Morotai. Pertanyaannya, jika benar ada perdamaian di 2016 sebagaimana diterangkan oleh pengadilan, maka perlu ditelusuri siapa yang bertindak sebagai pihak yang mewakili Pemda Morotai waktu itu. Sebab saat itu tergugat dalam hal ini bupati Pulau Morotai sudah ditahan oleh KPK,” pungkasnya. (cr-05)

Komentar

Loading...