Politik Dinasti di Indonesia, Api yang Membakar Demokrasi

Kekuasaan politik yang terpusat pada keluarga-keluarga tertentu menciptakan oligarki lokal yang tidak dapat disusupi bahkan oleh kandidat-kandidat yang memiliki kemampuan lebih unggul.

Kekhawatiran terbesar tentang politik dinasti adalah bagaimana hal itu menciptakan ketergantungan pada individu tertentu yang berkuasa.

Orang-orang ini sering menggunakan jaringan kekuasaan mereka untuk memblokir akses bagi calon pemimpin yang berpotensi lebih baik. Bahkan ketika ada kandidat independen, mereka sering dibatasi oleh dominasi struktur politik yang telah berlaku selama bertahun-tahun.

Tentu saja, tidak semua politik dinasti itu buruk karena kelebihannya sendiri. Dalam beberapa kasus, pewarisan kepemimpinan dapat terjadi secara alami ketika anggota keluarga memiliki kualifikasi yang baik dan memiliki rekam jejak yang baik.

Namun, masalah muncul ketika kekuasaan tersebut tetap ada bukan karena dipegang melalui bakat, tetapi semata-mata karena nama keluarga; dengan demikian, mengorbankan meritokrasi yang seharusnya menjadi salah satu prinsip dasar dalam demokrasi.

Selain itu, politik dinasti sering kali menyuburkan korupsi dan nepotisme. Dengan jaringan keluarga yang kuat, transparansi dan akuntabilitas sering kali diabaikan. Program pengentasan kemiskinan justru menjadi sarana untuk mengonsolidasikan jaringan kekuasaan dan memperkaya diri sendiri.

Lebih parahnya lagi, ketika politik dinasti terus berlanjut tanpa pengawasan ketat, bahkan beberapa lembaga negara pun rentan terhadap kendali keluarga penguasa. Dengan demikian, proses pengambilan keputusan tidak lagi independen. Hal ini merusak hakikat prinsip check and balances dalam demokrasi.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...