Menyimak Wajah-Wajah Manusia di Pentas Sejarah

Pertarungan antara kekuatan yang demikian serius, bukan mustahil rasa persaudaraan kian memudar, pada gilirannya bermuara pada disintegrasi sosial, tragis memang.
Mana kala mesti berbaris pada wajah filosof, yang senantiasa asyik dengan teori dan pengembaraan rasionalitasnya, tidak juga memberi pengaruh yang berarti untuk kesejahteraan masyarakat dan kemajuan Maluku Utara.
Haruskah manusia Maluku Utara hadir atau dihadirkan dalam wajah para Nabi dan Rasul, yang dalam keseharian kehidupannya mendatangkan kesejahteraan dan kedamaian bagi dirinya dan masyarakat, merupakan suatu pekerjaan yang tak mudah.
Dalam konsep pembangunan nasional, boleh jadi wajah para Nabi dan Rasul adalah dambaan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Dari rangkaian ikhwal di atas, maka kewajiban utama kita adalah membangun kembali silaturrahmi yang lebih sublim. Oleh karena itu, tugas seorang intelektual dan pemimpin yang berpikiran merdeka adalah tugas para Nabi, dalam menyampaikan risalah Allah kepada manusia.
Ia mesti teriak ditelinga manusia yang tersumbat dan beku, menyadarkan, menuntun, mengobarkan semangat berjihad, menanamkan keyakinan baru serta kesadaran berjuang.Ia harus berbicara dengan bahasa mereka (Q.S.14:4)
Para Nabi adalah manusia biasa, kemudian memperoleh kesadaran dari wahyu yang sanggup mengubah suatu masyarakat yang korup dan beku menjadi kekuatan yang dinamis dan kreatif. Jadi hanya berada dalam saf para Nabi dan Rasullah, kita sanggup membangun rumah peradaban manusia Maluku Utara masa depan.(*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Rabu, 9 September 2024
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2024/09/senin-9-september-2024.html
Komentar