Oleh: Fadli Ilham
(Koord 1 FKP Maluku Utara)
Sofifi – Ketimpangan atau disparitas pelayanan di Pemerintahan Kota (Pemkot) Tidore Kepulauan bikin warga daratan Sofifi makin yakin dengan ketidakmampuan kekuasaan dalam mewujudkan pemerataan pelayanan publik kepada masyarakat.
Kebijakan pemerintah yang tidak berorientasi pada nasib kehidupan masyakarat, akan menimbulkan ketidakadilan dalam berbagai bidang termasuk pada pelayanan publik. Nasib warga daratan Sofifi, terkesan “Dimarjinalkan” dalam pengurusan administrasi.
Seperti halnya Urusan Kartu Tanda Penduduk (KTP) selama dua periode tidak memberikan solusi. Tapi justru mengembang beban rakyat dan membuat warga daratan Sofifi makin miskin.
Warga Sofifi yang ingin membuat, mengganti dan memperbarui KTP butuh ongkos yang tidak sedikit. Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Tidore yang berbeda pulau ini.
Membuat masyarakatnya harus mengeluarkan Rp50 ribu hingga Rp60 ribu untuk membayar speedboat sekali jalan. Jika dikalkulasi dengan biaya balik, maka untuk transportasi saja sudah harus menguras kantong Rp100 ribu lebih.
Hal ini berbeda dengan warga daratan Tidore, hanya dengan Rp10 hingga Rp15 ribu dengan jarak yang tidak terlampau jauh, sudah tiba di Kantor Disdukcapil. Ketimpangan pelayanan ini nyata dan mengganggu ekonomi warga Sofifi, tapi seolah tidak menjadi masalah serius bagi pemerintah.
Hitung-hitungan diatas masih pada ongkos transportasi dan estimasi waktu satu hari, bagaimana dengan pelayanan yang mengharuskan mereka menunggu 2 hingga 3 hari lalu dapat mengambil KTP, jika mengharuskan mereka menunggu lalu tidak memiliki keluarga di daratan Tidore, maka ongkos makan dan tempat tinggal akan menjadi beban baru.
Baca Halaman Selanjutnya..
Boleh jadi, urusan pelayanan seperti ini dipandang remeh temeh, tapi bagi warga yang kelas ekonomi kurang mampu, untuk mengeluarkan Rp100 ribu saja, harus betul-betul dipertimbangkan untuk kebutuhan mereka dalam beberapa hari kedepan. Apalagi, kepemilikan KTP merupakan wajib bagi setiap warga negara.
Dalam konteks ini, warga mungkin hanya dipandang sebagai “sapi perah” yang dikerahkan kekuasaan melalui kebijakannya, tapi tidak pernah memikirkan nasib mereka hingga pada urusan dapurnya.
Pelayanan kekuasaan yang selalu berdalih atas pelayanan yang efisien dan efektif tidak sebanding dengan rasa prihatin dan kepekaan sosial.
Hal ini menunjukkan bahwa ketidakadilan dalam pelayanan publik tidak mendapat perhatian serius bagi pemerintah. Warga daratan Sofifi terkesan diabaikan dalam mendukung pelayanan publik yang efektif dan efisien.
Konsep keadilan di lingkup Pemkot Tidore Kepulauan tidak berorientasi pada warga daratan Sofifi. Ketimpangan ini harus menjadi kesadaran bersama terutama warga daratan Sofifi, agar pemerintah tidak seenaknya beranggapan bahwa masyakarat terima dengan kondisi yang berlarut-larut.
Bukankah keberpihakan pemerintah mampu memberikan kemudahan pelayanan dan mendukung pembangunan yang merata bagi warganya.
Hal ini tidak terjadi di Pemkot Tidore Kepulauan. Warga di daratan Sofifi harus dibebani dengan biaya hingga ratusan hanya untuk urusan administrasi seperti KTP.
Baca Halaman Selanjutnya..Ironis, ketimpangan pelayanan ini sudah terjadi bertahun-tahun tapi tidak memberikan solusi yang mampu menciptakan keadilan bagi warga daratan Sofifi.
Disatu sisi, pemerintah mengklaim bahwa mereka mengatasi disparitas pelayanan tersebut dengan memanfaatkan setiap kantor kecamatan di daratan Sofifi dan wilayah Oba, tapi hal ini justru tidak menghadirkan solusi karena pelayanan tersebut hanya bersifat situasional dan cuman berlaku pada waktu tertentu.
Terlebih lagi pelayanan KTP ini urusan kebutuhan dasar dalam konteks warga negara. Hampir di setiap pemberkasan seperti di sekolah, kampus, dunia kerja, bahkan untuk mendapatkan bantuan semuanya membutuhkan identitas.
Artinya, ini merupakan kebutuhan penting yang dapat menentukan nasib warga kedepan dalam urusan yang berkaitan dengan pendidikan, nasib pekerjaan, hingga memperoleh bantuan untuk menopang kehidupannya. Namun tidak dilirik kekuasaan sebagai sebuah masalah besar yang harus diatasi.
Nasih kehidupan masyakarat dalam sebuah negara, sejatinya bergantung pada pangkal kebijakan pemerintah. Tidak efektifnya pelayanan publik hingga menimbulkan kemiskinan baru di suatu daerah, itu tidak terlepas dengan kebijakan pemerintah.
Kondisi masyarakat di Kota Tidore Kepulauan dengan masifnya ketimpangan pelayanan publik di daratan Sofifi, menunjukkan bahwa kualitas kebijakan pemerintah tidak tersentuh pada keadilan yang diinginkan masyarakat.
Olehnya itu, pemimpin dalam sebuah pemerintahan, harusnya mampu membaca relung hati masyakarat. Artinya tanpa rakyat bicara, dia sudah terlebih dahulu mewujudkan apa yang dikeluhkesahkan masyarakatnya.(*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Senin, 26 Agustus 2024