Begini Penjelasan PH Termohon Usai Eksekusi Rumah

"Laporan ini sudah cukup lama dan penyidikan masih terputar pada bukti asli. Makanya, saya sarankan ke penyidik agar menaikkan status laporan dari lidik ke sidik. Kalau sudah di tahap sidik maka harus ada upaya paksa dari terlapor. Kalaupun dalam upaya itu, terlapor tidak memberikan surat yang asli, maka bisa dijerat pasal menghalangi proses hukum," tegasnya dengan nada kesal.
Supriadi menambahkan, 2 poin ditawarkan ini harus dilakukan penyidik, agar kepastian dan keadilan hukum bisa dirasakan kliennya.
"Sebagai polisi yang pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat harus berikan kepastian hukum kepada klien saya,"pungkasnya.
Sebagai informasi, pada 1959, Kesultanan Ternate melalui Iskandar Djabir M. Sjah, sebidang tanah perkebunan dengan luas 1,5 HA yang berada di Desa Kalumata Kecamatan Kota Praja Kabupaten Maluku Utara (sebutan Kelurahan Kalumata kala itu), diberikan kepada alm Buka atas pengabdiannya sebagai Jogugu Loloda Kesultanan Ternate.
Pemberian tanah oleh Sultan Ternate tertera dalam sebuah surat yang disebut cucatu, namun seiring waktu, surat tersebut hilang. Kemudian pada 1996, surat itu dibuat lagi oleh almarhum Mudaffar Sjah yang saat itu menjabat sebagai Sultan Ternate.
Surat yang dibuat, dilengkapi stempel sah kesultanan Ternate beserta tanda tangan almarhum Mudaffar Sjah.
Namun pada 2016, datang pensiunan oknum TNI bernama Juharno yang mengklaim bahwa tanah itu miliknya. Waktu Juharno datang, Sultan Mudaffar Sjah meninggal dunia. Berbekal Sertifikat Hak Milik (SHM) milik, Juharno lalu meminta ganti rugi kepada ahli waris almarhum Buka dan seluruh warga yang menempati lahan/tanah tersebut.
Baca halaman selanjutnya...
Komentar