Pupus di Laut Banda, Haruskah Aku Tetap Berjuang?

Dia telah di depan mata, begitu pun rumahnya. Kita tidak lagi berjarak antara satu pulau dengan pulau lain, satu provinsi dengan provinsi lain, tetapi cukup dengan beberapa Langkah kaki aku bisa langsung menemui dirinya maupun kedua orang tuanya.
Fairus menyarankan untuk datangi rumahnya dengan tujuan menyampaikan niat baik. Tapi aku tahu betul, bahwa kehadiranku bisa menyebabkan masalah. "Rumah adalah tempat kembali, dia kini telah kembali ke tempat ternyaman, berkumpul bersama keluarga dan sanak saudara, aku tak ingin merusaknya dengan kehadiranku,”ucapku lagi pada Fairus.
Ku pandangi dia amat dalam meski dari kejauhan sembari menekankan diri sendiri bahwa melepaskan rindu itu tidak harus bertemu orangnya. Tapi, bisa diluapkan lewat do’a-doa yang kupanjatkan setiap malam sampai hati ini benar-benar plong.
"Kalau tidak ketemu orangnya, lantas untuk apa menyiksa diri jauh-jauh datang kesini tapi hanya lihat dari jauh bahkan tidak datang langsung ke rumahnya,?”tanya Fairus kepadaku dengan penuh keheranan.
“Pertama ini bukti perjuanganku terlepas dari keadaan hubungan kita saat ini, kedua aku penuhi janjiku kalau suatu saat aku akan ke kampung halamannya bahkan jika itu hanya untuk melihat suasana kampungnya,”tegas ku.
Yang aku tahu saat ini, aku tidak ingin membuatnya tertekan apalagi sakit hati karena keadaan hubungan kita. Setiap orang berhak bahagia, makanya ku biarkan dia memilih sendiri kebahagiannya.
“Aku biarkan dia memutuskan sendiri kebahagiaannya meski keputusannya itu nanti berpotensi besar menjadi luka bagiku karena bahkan dengan keadaan hubungan kita yang tak direstui pun aku tidak memungkiri sampai saat ini pun masih
bersikukuh untuk memperjuangkan dia ditengah-tengah kesibukanku dengan pekerjaan dan keluarga,"curhatku pada Fairus.
Masih lekat diingatan ku, janji kita untuk saling memberi kabar bahkan setelah terpisah jarak. Namun, nampaknya janji itu hanya aku seorang yang tunaikan.
“Janji itu pupus, dia lupa dan mungkin saja sengaja memilih untuk tidak berkabar,”kataku pelan.
"Terus kenapa harus datang kesini? sedangkan dia saja tidak komitmen dengan ucapannya sendiri,”tanya Fairus.
Aku terdiam. Rasanya sudah habis kata-kataku mendeskripsikan segalanya.
Baca halaman selanjutnya...
Komentar