Pupus di Laut Banda, Haruskah Aku Tetap Berjuang?
“Cinta itu harus diperjuangkan”, klise bukan?. Akan tetapi, disinilah aku berdiri tepat di Pelabuhan Banda, Provinsi Maluku yang berjarak 515 km dari kampung halamanku. Kedatanganku kesini sebagai bukti perjuanganku untuk wanita yang aku cintai sepenuh hati, yang paling berarti dan berharga dalam hidupku bahkan jika aku harus kembali menelan pil pahit.
***
Angin sepoi bertiup cukup kencang, air laut yang bersih dan jernih menjadi pemandangan yang mendominasi di depan mata. Hiruk-pikuk aktivitas khas pelabuhan benar-benar terasa semenjak kapal yang aku tumpangi ini berlabuh di Pelabuhan Banda.
Ting… Bunyi pesan masuk di handphone ku.
"Aku membawa pesan dari orang tuanya, bahwa dia tetap dijodohkan dengan mantan kekasihnya," bunyi pesan dari salah satu temanku, Fairus.
Tuhan, aku bisa apa?. Aku bahkan belum benar-benar menikmati nikmat yang KAU suguhkan berupa pemandangan alam yang indah di depan mataku, kini dadaku sudah terasa sesak. Kedua kakiku seolah tak mampu lagi menopang berat tubuhku.
Aku kemudian putuskan untuk duduk sebentar, merenung, mengingatkan diri kembali pada niat awal kedatanganku kesini yakni memenuhi janji yang sudah dilafalkan: Aku akan datang ke kampung halamannya bahkan jika itu hanya untuk melihat suasana kampung halamannya.
Tak munafik pada diri sendiri, hingga aku menginjakan kaki di kampung halamannya, aku berdoa dalam diam bahwa ada secercah harapan yang bisa membalikan keadaan hubungan aku dan dia dimana terakhir kali kita harus berpisah karena tak kunjung direstui oleh ibunya.
Setibanya di sana, keputusan tidak menghubunginya. Karena, yang aku tahu,
kehadiranku yang dapat mengkhawatirkan dan juga memperkeruh keadaan.
Ditemani Fairus, aku melihat dia dari jarak yang tidak jauh. Dia tengah asyik bermain dengan anak kecil, digendongnya anak kecil itu sambil sesekali terdengar canda tawa keduanya. "Agar tidak melanggar janji, aku harus tetap menahan diri dan tetap bersembunyi," ucapku kepada Fairus.
Baca halaman selanjutnya...
Komentar