Desentralisasi Fiskal DOB Sofifi dan Jejak Perebutan Elit Kekuasaan

Oleh: M. Eko Duhumona
(Pegiat Pilas Institute)
Desentralisasi di Indonesia dari awal dipahami sebagai langkah penting untuk memperkuat demokrasi di tingkat lokal, meningkatkan keterlibatan masyarakat, dan mempercepat pembangunan yang selama ini terlalu terfokus di Jakarta.
Harapan ini cukup jelas: dengan memberi kekuasaan dan anggaran kepada daerah, pemerintah lokal diharapkan dapat lebih responsif terhadap kebutuhan warganya.
Baca di: Koran Digital Malut Post Edisi Senin, 24 November 2025
Namun, seiring waktu, kenyataan yang muncul menunjukkan sisi lain dari kebijakan ini. Desentralisasi yang seharusnya menjadi alat pemberdayaan terkadang malah berubah menjadi sarana penumpukan kekuasaan baru.
James Manor dalam bukunya The Political Economy of Democratic Decentralization (1999) menekankan bahwa desentralisasi yang berlangsung tanpa akuntabilitas dan dukungan kapasitas institusi yang memadai hanya menambah pengkonsolidasian kekuasaan, bukan peningkatan kesejahteraan.
Pandangan ini terasa tepat saat kita mengamati bagaimana kebijakan desentralisasi fiskal dan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) diterapkan di berbagai daerah di Indonesia.
Salah satu tantangan utama dalam desentralisasi fiskal di Indonesia adalah terbukanya kesempatan fiskal yang besar tanpa adanya mekanisme pengawasan yang kuat.
Transfer dana yang besar dari pemerintah pusat—melalui DAU, DAK, dan dana penataan kelembagaan—sering kali malah menarik perhatian para aktor politik lokal.
Baca Halaman Selanjutnya..



Komentar