Diskriminasi Federasi Terhadap Duo Sayuri

MASALAH rasisme dalam dunia sepak bola, baik di Indonesia maupun secara global tidak pernah berhenti meski sudah diupayakan lewat narasi serta campaign. Fenomena rasis yang dilakukan oleh para oknum suporter menunjukkan dan membuktikan bahwa sumber daya manusia (SDM), terutama para oknum pelaku jelas belum dewasa dalam bersikap, terutama ketika menyampaikan kritik terhadap para pemain, official hingga manajemen tim.
Seperti yang dialami duo Sayuri, punggawa Malut United FC. Pemain dengan label timnas Indonesia ini sudah berulang kali menjadi korban rasisme dari para oknum suporter. Yakni di BRI Super League musim lalu dan musim ini saat menjamu tim Persib di Gelora Kie Raha, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.
Model rasis dari para oknum suporter pun sama karena tidak hanya menyasar duo Sayuri saja melainkan anak bahkan keluarga mereka. Jika dilihat secara kasat mata lewat postingan yang berseliweran di media sosial (Medsos), bisa diambil kesimpulan jika rasis yang dilakukan pelaku sangat terstruktur dan massive.
Tindakan diskriminatif lewat rasisme di media sosial ini mencerminkan perilaku netizen Indonesia sangat rendah, terutama oknum suporter dari tim-tim besar di BRI Super League. Sementara tim-tim yang salah satunya Malut United, konsisten menyuarakan sikap kecaman terhadap rasisme dalam bentuk dan dengan alasan apapun. racism out of football.
Persepsi bahwa rasisme sengaja dipelihara untuk mempengaruhi mental serta memberikan tekanan psikologis terhadap pemain seperti duo Sayuri memang tidak dapat dielakkan. Pihak federasi tidak boleh berdiam diri apalagi sampai terkesan diskriminatif. Jika pihak federasi tidak profesional dan mengedepankan integritas maka sama halnya ikut memelihara rasisme tumbuh subur di kalangan suporter. Perlu diingat bahwa sepakbola dan suporter saat ini sudah modern serta profesional.
Bentuk kritik ala suporter dari tribun pun ditunjukkan dengan kreativitas. Sikap profesional ini yang harus didukung penuh oleh pihak federasi.
Sanksi berupa denda finansial hingga pembatasan penonton harus dijatuhi terhadap pihak yang terbukti melakukan rasisme secara profesional tanpa pandang bulu.
Regulasi harus ditegakkan. Sebab, jika tidak ada sanksi yang tegas, maka pencegahan lewat edukasi dan narasi jelas tidak berlaku. Akibatnya, suporter dengan tanggungjawab moral dalam memberikan dukungan terhadap pemain yang menjadi korban rasis, bakal all out dengan cara mereka sendiri. Disini, peran dari pihak federasi dibutuhkan. Federasi harus berdiri tegak tanpa pengaruh atau intervensi dari pihak manapun.(one)




Komentar