“Menimbang” Jalan Trans Kie Raha, Perspektif Sosial-Ekologis

IMG 20251214 WA0013

HUBUNGAN JALAN TRANS KIE RAHA DENGAN KAWASAN INDUSTRI TELUK WEDA

Pembangunan Jalan Trans Kie Raha memiliki keterkaitan erat dengan pengembangan Kawasan Industri Weda Bay sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru. Jalan ini berpotensi menjadi jalur pendukung logistik industri dan mobilitas tenaga kerja.

Namun, peningkatan akses darat menuju kawasan industri juga berpotensi memperluas tekanan pembangunan ke wilayah pedalaman dan kawasan konservasi. Selain, tekanan lingkungan akibat aktivitas pertambangan yang disuarakan banyak pihak, termasuk oleh Herman Oesman pada salah satu media online.

Tanpa pengendalian tata ruang dan perlindungan lingkungan yang ketat, pembangunan jalan dapat memicu pembukaan hutan dan degradasi kawasan, bernilai ekologis tinggi, termasuk Taman Nasional Aketajawe–Lolobata (KLHK, 2020; World Bank, 2018).

Dengan demikian, keterkaitan antara jalan dan industri perlu dipahami tidak hanya sebagai hubungan ekonomi, tetapi juga sebagai faktor pemicu perubahan sosial dan ekologis, juga ruang hidup masyarakat sekitar.

PERSPEKTIF SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

Dalam perspektif sosiologi pembangunan, infrastruktur jalan merupakan instrumen perubahan sosial yang dapat merekonstruksi hubungan sosial, struktur ekonomi lokal, dan identitas ruang masyarakat (Lefebvre, 1991). Masyarakat Weda, Patani, dan Maba memiliki struktur sosial yang kuat berbasis kekerabatan, komunitas adat, dan relasi dengan ruang pesisir dan pedalaman yang kita kenal sebagai nilai-nilai fagogor (Kusnadi, 2009;Oesman H, 2020).

Jalan Trans Halmahera selama ini berfungsi sebagai ruang sosial yang menopang solidaritas komunitas lokal (Fagogoru). Pembangunan Jalan Trans Kie Raha berpotensi menggeser ruang sosial tersebut apabila arus utama aktivitas berpindah ke jalur baru.

Dalam teori pembangunan, perubahan yang terlalu cepat tanpa mekanisme perlindungan sosial berisiko memarginalkan masyarakat lokal (Cernea, 1997). Oleh karena itu, pembangunan Jalan Trans Kie Raha harus dikelola secara partisipatif dan inklusif (Chambers, 2014; Scott, 2008).

IMPLIKASI TERHADAP WILAYAH WEDA, PATANI, DAN MABA

Berdasarkan analisis ekonomi, sosial, dan sosiologis, pembangunan Jalan Trans Kie Raha tidak secara otomatis mematikan potensi wilayah Weda, Patani, dan Maba. Namun, terdapat risiko pelemahan peran wilayah tersebut apabila kebijakan pembangunan terlalu berorientasi pada koridor baru.

Wilayah ini memiliki potensi ekonomi berbasis perikanan, pertanian, dan perdagangan lokal yang telah terintegrasi dengan Jalan Trans Halmahera. Tanpa strategi penguatan wilayah (tindakan afirmatif), masyarakat lokal berpotensi kehilangan akses pasar dan peluang ekonomi yang saat ini mulai tumbuh.

Baca halaman selanjutnya...

Selanjutnya 1 2 3

Komentar

Loading...