Investasi Pariwisata di Maluku Utara Rendah, Butuh Promosi

Sofifi, malutpost.com -- Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Maluku Utara (Malut) mencatat realisasi investasi di Maluku Utara sampai pada triwulan III tahun 2025 di angka Rp61,991 triliun atau 74,37 persen dari target Rp83,63 triliun.
Investasi tersebut didominasi oleh penanaman modal asing (PMA) di sektor pertambangan logam dasar nikel hingga 90 persen.
Kepala DPMPTSP Maluku Utara, Nirwan MT Ali, mengatakan, kondisi ini menunjukkan perlunya diversifikasi investasi, termasuk penguatan sektor pariwisata yang potensinya sangat besar, terutama wisata bahari.
Menurut Nirwan, Maluku Utara dianugerahi keindahan laut, keragaman hayati, terumbu karang, dan budaya maritim yang menjadi modal kuat untuk mengembangkan daerah ini sebagai destinasi unggulan di kawasan timur Indonesia.
"Potensi ini merupakan modal besar untuk menjadikan Maluku Utara sebagai salah satu destinasi unggulan. Namun sebagian kekayaan ini berada di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) yang memiliki nilai ekologis sangat tinggi," kata Nirwan, usai diskusi pengembangan investasi pariwisata di kawasan konservasi perairan daerah, Kamis (11/12/2025).
Ia menegaskan, pengembangan pariwisata di kawasan konservasi tidak bisa menggunakan pendekatan biasa.
"Harus berlandaskan prinsip keberlanjutan, pelestarian ekosistem, serta pengelolaan berbasis komunitas," katanya.
Nirwan menjelaskan forum diskusi lintas sektor tersebut merupakan langkah penting untuk meningkatkan efektivitas promosi investasi daerah.
DPMPTSP ingin memastikan potensi wisata bahari dikembangkan menjadi peluang investasi yang aman, terukur, berkelanjutan, serta sesuai dengan regulasi konservasi.
"Forum ini adalah wujud keseriusan kita mencari model investasi yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian perairan sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh generasi yang akan datang," tegasnya.
Lebih jauh, ia berharap forum ini dapat menghasilkan dokumen IPRO (Investment Project Ready to Offer) yang berkualitas sebagai instrumen resmi untuk mempromosikan peluang investasi pariwisata di kawasan konservasi.
Dokumen IPRO tersebut harus memuat potensi, analisis kelayakan, kondisi lingkungan, model bisnis, skema kemitraan dengan masyarakat, hingga perlindungan kawasan konservasi.
Nirwan berharap IPRO nantinya dapat membantu meningkatkan realisasi investasi di sektor pariwisata yang hingga kini masih sangat rendah. Saat ini, investasi pariwisata Maluku Utara masih bertumpu pada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Morotai dengan nilai Rp3,14 miliar pada 2024.
"Kami percaya dengan sinergitas pemerintah, pelaku usaha, akademisi, komunitas, dan media sebagai kolaborasi pentahelix, kita dapat melahirkan IPRO yang tidak hanya menggambarkan peluang, tetapi juga memberikan kepastian dan kepercayaan bagi investor," ujarnya.
Ia berharap forum diskusi ini dapat menghasilkan pemikiran strategis, rumusan kebijakan, dan langkah tindak lanjut yang konkret untuk mendorong investasi berkelanjutan dan pengembangan potensi wisata bahari di Maluku Utara.
"Forum ini merupakan langkah awal penting dalam memajukan pariwisata dan investasi berkelanjutan," pungkasnya. (nar)




Komentar