Jual Beli Rumah di Ternate jadi Masalah, Oknum Dosen Buka Suara

IMG 20251207 WA0012
Penjual rumah, Basaria didampingi tim hukum.

Ternate, malutpost.com -- Kisruh jual beli rumah antara oknum dosen yang mengajar di salah universitas, wilayah Kota Ternate, bernama Basaria dengan seorang ibu rumah tangga (IRT) berinisial S kian memanas.

Dalam masalah ini, Basaria merupakan penjual rumah, sementara S adalah pembeli. Rumah yang dijual berlokasi di dekat MTS Negeri I Kota Ternate, Kelurahan Dufa-dufa. Dibeli oleh S dengan harga Rp350 juta secara cash pada tahun 2024.

Seiring berjalannya waktu, S lalu meminta penjual rumah, Basaria untuk menyerahkan nomor meteran listrik dan dokumen-dokumen seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Buku Nikah, dan dokumen lain yang diperlukan untuk mengurus balik nama Sertifikat Hak Milik (SHM) atas namanya.

Namun hal itu diduga enggan diberikan. Karena itu, S pun menyebarkan masalah ini di media sosial (medsos) serta memuatnya sebagai pemberitaan di beberapa media.

Menanggapi itu, Basaria melalui kuasa hukumnya Muhammad Abdul Kadir kepada Malut Pos, Minggu (7/12/2025) mengatakan bahwa, perjanjian jual beli merupakan perjanjian timbal balik, di mana kewajiban antara kedua pihak saling terkait.

"Dalam perjanjian timbal balik, salah satu pihak tidak wajib memenuhi kewajibannya apabila pihak lain belum memenuhi kewajibannya terlebih dahulu. Ini disebut Exceptio Non Adimpleti Contractus,” kata Kadir.

Lanjut Kadir, dalam transaksi jual beli antara kliennya, Basaria dengan S terdapat dugaan cedera janji dari salah satu pihak, sehingga pihak lainnya menahan pemenuhan prestasi.

Ia menjelaskan, rumah, Basaria awalnya ditawarkan Rp450 juta, kemudian ditawar menjadi Rp300 juta namun ditolak. Harga disepakati pada Rp350 juta dengan syarat tambahan bahwa, Basaria diperbolehkan menempati satu kamar di rumah itu selama 3 sampai 4 bulan sambil menunggu proses kepindahan tugas ke Kabupaten Bone.

"Syarat tambahan ini disepakati. Namun sekitar lima hari setelah uang diserahkan, klien kami ibu Basaria diminta segera keluar dari kamar dan menginap di tempat keluarga, di sinilah Exceptio Non Adimpleti Contractus atau disebut asas hukum perjanjian yang mengizinkan salah satu pihak untuk menunda kewajibannya jika pihak lawan belum memenuhi kewajibannya dalam perjanjian timbal balik,” jelas Kadir.

Menurutnya, karena syarat tersebut tidak dipenuhi sehingga klienya, Basaria kemudian meminta kompensasi.

"Karena diminta keluar lebih cepat klien kami meminta tambahan Rp25 juta sebagai biaya pengganti tempat tinggal untuk 3–4 bulan,” sebutnya.

Dari persolan ini, sambung Kadir, kliennya Basaria, menerima tekanan dalam berbagai bentuk, mulai dari pesan WhatsApp, unggahan di media sosial, hingga pemberitaan yang dinilai tidak berimbang.

"Terkait uang Rp25 juta, pembeli harus membuktikan sudah menyerahkannya atau belum, sebelum membuat pernyataan di media, TikTok, atau bentuk lainnya."

"Kami pun menegaskan, apabila pihak pembeli tidak dapat menunjukkan bukti-buktinya, maka klien kami memiliki hak untuk menempuh jalur hukum. Baik pidana, UU ITE, maupun perdata. Sebab bukti yang kami miliki sudah lebih dari cukup,” tegasnya menutup. (mg-02)

Komentar

Loading...