Kutukan Ganda Daerah Penghasil

Pada akhirnya, kasus DBH Maluku Utara ini memperlihatkan satu hal fundamental: kegagalan provinsi dalam menjaga keadilan fiskal. Kabupaten-kota telah mengambil risiko besar dengan membuka wilayahnya untuk industri tambang—risiko ekologis, sosial, bahkan politik. Namun kompensasi fiskal yang menjadi hak dasar mereka justru tertahan. Dalam situasi ketika TKD dipotong, APBD tertekan, dan belanja wajib meningkat, penahanan DBH menjadi pukulan yang sangat berat. Provinsi tidak cukup hanya mengatakan “dibayar bertahap.” Yang dibutuhkan kabupaten adalah kepastian, transparansi menyeluruh mengenai posisi kas daerah, penjelasan publik tentang alasan keterlambatan, dan jadwal pembayaran yang tegas.
Sebab bagi daerah, DBH bukan sekadar angka di neraca keuangan, tetapi penentu apakah layanan publik tetap berjalan, apakah guru bisa menerima insentif tepat waktu, apakah puskesmas bisa beroperasi tanpa kekurangan obat, dan apakah masyarakat bisa merasakan manfaat dari kekayaan alam yang dieksploitasi setiap hari.
Provinsi wajib mengembalikan kepercayaan fiskal itu. Dan cara satu-satunya adalah membayar seluruh DBH yang tertunggak, tanpa alasan dan tanpa penundaan. Karena bagi kabupaten-kota, hak DBH bukan hanya kewajiban administratif, tetapi fondasi pembangunan dan kesejahteraan warganya.


Komentar