Turun Lapangan, DLH Temukan Pelanggaran Lingkungan Perusahaan Tambang di Haltim

IMG 20251201 WA0028
Peninjauan di Desa Fayaul memastikan budidaya rumput laut.

Adapun saat meninjau ke Desa Fayaul, pihaknya bertemu langsung Kepala Desa Fayaul bersama beberapa masyarakatnya. Dari pengakuan Kepala Desa Fayaul, lautan di pesisir desanya selama ini tidak berwarna coklat. Hanya saja, beberapa tahun belakangan memang mereka kesulitan melakukan panen budidaya rumput laut, sebagaimana pengakuan kepala desa.

"Ini yang perlu kita dalami dengan melibatkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), karena bisa saja ada penyakit dari rumput laut yang harus dikaji secara ilmiah. Tapi, kita tetap melihat potensi pencemaran lingkungannya. Sebab di lautan Desa Fayaul, mereka mengaku ada tongkang pembawa nikel yang sering berlalu-lalang di area itu," tuturnya.

DLH melihat adanya benang merah antara aktivitas dua perusahaan tersebut dalam memicu peningkatan sedimentasi di aliran air dan area pertanian. Karena itu, keduanya diwajibkan bekerja sama membangun kolam pengendapan (settling pond) berkapasitas memadai untuk menahan limbah sedimen sebelum masuk ke sungai dan saluran irigasi milik warga.

“Arahan Ibu Gubernur tegas, perusahaan wajib melindungi lingkungan dan tidak boleh menjadikan masyarakat sebagai korban,” pungkas Halim.

Sementara itu, Kepala Desa Fayaul Kamarudin Abdurahim mengungkapkan hasil panen rumput laut warganya anjlok drastis sejak 2023. Padahal sebelumnya satu petak berukuran 50x30 meter bisa menghasilkan hingga tiga ton dengan nilai ekonomi mencapai Rp500 juta setiap panen.

Kini, meski mendapat bantuan bibit lima ton pada 2024 dan 2025, budidaya tetap gagal karena rumput laut banyak diserang bercak putih dan hitam. Padahal, sejauh ini, air laut di pesisir desanya tidak pernah mengalami perubahan warna menjadi coklat. Ia menduga situasi itu berkaitan dengan aktivitas tambang di sekitar desa dan lalu-lalang kapal tongkang nikel di area budidaya.

“Pendapatan warga turun drastis. Dulu semua terlibat panen dan dapat bagian, sekarang tidak lagi,” katanya.

Kamarudin juga mengaku hingga kini bantuan dari perusahaan tambang belum dirasakan masyarakat. Ia berharap ada perhatian serius agar usaha rumput laut yang menjadi sumber penghidupan utama warga bisa kembali pulih.

“Kami kehilangan sumber penghidupan utama. Sampai sekarang belum ada bantuan berarti dari perusahaan tambang, termasuk PT JAS dan PT ARA,” pungkasnya. (cr-01)

Selanjutnya 1 2

Komentar

Loading...