Refleksi Dinamika Pemilu Terkait Politik Uang

Trisno Mais

Sementara pada rezim pemilu terdapat celah regulasi di mana subjek hukum dapat lolos dari jeratan undang-undang.

Pada tahapan kampnaye dan masa tenang subjek pemberi diatur secara eksplisit yaitu dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Pemilu hanya pelaksana, peserta atau tim kampanye.

Sedangkan perlakuan yang berbeda saat tahapan pemungutan suara, karena subjek pemberi lebih luas yakni “setiap orang”. Oleh karena itu, pada saat tahapan kampnye yang bukan menjadi subjek hukum menjadi sangat leluasa melakukan praktik politik uang.

Dalam ketentenuan Pasal 269 ayat (1) pelaksana kampanye pemilu terdiri atas pengurus partai politik atau gabungan partai politik pengusul, orang-seorang, dan organisasi penyelenggara kegiatan yang ditunjuk oleh peserta pemilu presiden dan wakil presiden.

Kemudian Pasal 270 ayat (1) pelaksana kampanye pemilu anggota DPR terdiri atas pengurus partai politik peserta pemilu DPR, calon anggota DPR, juru kampanye pemilu, orang seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh peserta pemilu anggota DPR.

Dari aspek regulasi, norma yang diatur adalah pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung.

Artinya seseorang yang tidak terkait dengan unsur atau norma dalam pasal tersebut sulit dijerat. Di sisi lain, penyelenggara pemilu harus independen dan tidak dapat diintervensi oleh pihak serta lembaga lain.

Oleh sebab itu, jauh lebih baik Bawaslu diberi kewenangan maksimal untuk menerima dan memutus dugaan politik uang.

Kewenangan tersebut harus ada di Bawaslu supaya adanya kemandirian lembaga dalam memutus atau tidak dapat diintervensi dari lembaga di luar Bawaslu, dengan begitu kompleksitas dalam problem dan dinamika hukum untuk melakukan penindakan politik uang menjadi berkurang. (*)

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...