Refleksi Dinamika Pemilu Terkait Politik Uang

Trisno Mais

Kesadaran seperti itulah yang harus dimiliki warga maupun kontestan, tanpa hal itu jangan berharap sistem politik kita akan baik-baik saja. Budaya politik yang sehat dapat diwujudkan dengan edukasi politik secara berkesinambungan.

Maka partai politik harus segera bertransformasi, yakni dengan tidak membebani para kontestan dengan mahar politik. Para kontestan harus melewati proses rekrutmen politik yang selektif, yakni dipilih partai kerena memiliki ide dan gagasan yang konstruktif sehingga layak diberikan jabatan publik.

Partai punya andil besar terhadap mereka yang bakal diusung: membaca rekam jejak. Hal-hal semacam itu seharusnya menjadi parameter untuk mengukur dan menakar seseorang layak diberikan jabatan publik atau tidak.

Sejauh ini, partai politik terlihat kurang maksimal menjalankan fungsi secara institusional. Partai harus melakukan evaluasi terhadap persoalan internal, yakni dengan maksimalkan pendidikan kader, rekrutemn politik dan internalisasi organisasi.

Jika hal tersebut dimaksimalkan maka bukan tidak mungkin para calon yang mendapatkan rekomendasi partai tanpa mengeluarkan biaya politik yang tidak semestinya.

Bukan menjadi rahasia umum lagi, tak sedikit para calon yang memilih mencari ‘cukong politik’ untuk membiayai biaya politik itu. Akibatnya ketika terpilih, bukan kepentingan rakyat yang menjadi priotitas namun kepentingan personal.

Problem tersebut justru menempatkan kepentingan publik bukan prioritas, karena orientasinya bukan lagi bekerja, namun berupaya mengembalikan biaya politik yang dihabiskan selama proses politik tersebut.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...