Nirempati Penyelenggara Negara

Fadli Ilham

Ungkapan itu menegasikan karakter penyelenggara negara atau pemimpin yang ideal, adalah mereka yang menangkap relung hati rakyatnya tanpa harus menunggu rakyat bicara.

Artinya, sebelum rakyat bicara, dia telah memahami apa yang menjadi kehendak rakyat. Itulah empati, sebuah kemampuan emosional yang tidak turun dari langit, tapi dibangun dengan kemampuan etika dan nilai moralitas.

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, Bung Hatta sudah mengingatkan bahwa pemenuhan cita-cita kemerdekaan Indonesia--untuk mewujudkan suatu kehidupan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur--mengandung kewajiban moral. Kewajiban etis yang harus dipikul dan dipertanggungjawabkan.

Belajar dari kedua mahaguru bangsa tersebut, setidaknya ada empat sumber utama bagi seorang pemimpin untuk mengembangkan, menjaga, dan memobilisasi "moral capital secara politik.

Pertama, basis moralitas; menyangkut nilai-nilai, tujuan, serta orientasi politik yang menjadi komitmen dan dijanjikan pemimpin politik kepada konstituennya.

Kedua, tindakan politik; menyangkut kinerja pemimpin politik dalam menerjemahkan nilai-nilai moralitasnya ke dalam ukuran-ukuran perilaku, kebijakan, dan keputusan politiknya.

Ketiga, keteladanan; menyangkut contoh perilaku moral yang konkret dan efektif, yang menularkan kesan otentik dan kepercayaan kepada komunitas politik.

Keempat, consensus building, kemampuan seorang pemimpin mengomunikasikan gagasan serta nilai-nilai moralitas dalam bentuk bahasa politik yang efektif, yang mampu memperkuat solidaritas dan moralitas masyarakat.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...