Desentralisasi Fiskal DOB Sofifi dan Jejak Perebutan Elit Kekuasaan

Infrastruktur dasar seperti jaringan jalan, pasokan air bersih, layanan publik, dan transportasi antarkawasan berkembang sangat lambat.
Aktivitas pemerintahan provinsi di kota ini juga tidak berlangsung secara konsisten; banyak kegiatan strategis pemerintah masih berpusat di Ternate. Sofifi, alih-alih sebagai pusat pemerintahan, justru tampak seperti ruang politik yang seolah tidak pernah dikelola dengan baik.
Maka ketika diskusi mengenai pembentukan DOB Sofifi muncul, mulai bertanya: apakah ini benar-benar usaha untuk memperbaiki tata kelola dan mempercepat pembangunan, atau hanya kesempatan baru bagi elit untuk menciptakan sumber pendanaan baru?
Pertanyaan ini timbul bukan karena menentang pembangunan, tetapi karena sejarah panjang pemekaran daerah di Indonesia menunjukkan pola yang serupa: awalnya diusulkan untuk meningkatkan layanan publik, namun pada akhirnya lebih banyak menguntungkan segelintir individu yang menguasai birokrasi dan anggaran.
Di Sofifi, kekhawatiran ini sangat terasa karena pemerintah provinsi belum menunjukkan keseriusan dalam menjadikan Sofifi sebagai pusat administratif.
Jika status ibu kota tidak sejalan dengan komitmen pembangunan, bagaimana bisa diyakini bahwa status DOB tidak hanya akan menambah beban anggaran dan memperluas ruang patronase?
DOB Sofifi, jika tidak dikelola dengan hati-hati, bisa saja menciptakan situasi yang serupa dengan daerah lain: adanya gedung pemerintahan yang megah namun tidak berfungsi, tingginya pengeluaran untuk pegawai yang tidak sebanding dengan kualitas layanan publik, serta meningkatnya akses elit terhadap proyek infrastruktur.
Baca Halaman Selanjutnya..



Komentar