Antara Kebutuhan Riil dan Prioritas Pembangunan

Trans Kieraha dalam Perspektif Struktur Ekonomi Malut

Dr. Dewi Permatasari, SE., M.Si, CPOf

Argumen Kritis yang Perlu Dipertimbangkan:
1. Prioritas Fiskal dalam Kondisi Defisit. Kondisi fiskal Maluku Utara yang tengah defisit serta pemangkasan dana transfer dari pusat semakin memperlihatkan ketimpangan arah kebijakan pembangunan.

Pertanyaan kritisnya: apakah dengan alokasi Rp 90 miliar (setelah evaluasi BPKP), dana ini tidak lebih produktif jika dialokasikan untuk memperkuat sektor-sektor yang langsung menyentuh masyarakat?

Namun pemerintah berargumen bahwa investasi Rp 90 miliar hanya sekitar 10 persen dari total belanja infrastruktur tahun ini dan hanya 0,03 persen dari total APBD yang menunjukkan proporsi yang relatif kecil.

2. Risiko Lingkungan dan Keberlanjutan. Kekhawatiran muncul bahwa pembangunan ini justru memperdalam ketimpangan ekonomi dan membuka ruang bagi ekspansi industri ekstraktif yang berpotensi merusak lingkungan.

Meski pemerintah menyatakan trase jalan trans kieraha tidak melewati kawasan hutan lindung dan telah melalui kajian mendalam, termasuk AMDAL dan Feasibility Study (FS). pengawasan implementasi di lapangan tetap krusial.

3. Ketergantungan pada Industri Ekstraktif. Struktur ekonomi yang semakin bergantung pada sektor pertambangan dan industri pengolahan nikel sebenarnya menciptakan kerentanan jangka panjang.

Meskipun Malut menghasilkan 20 persen nikel dunia, ketergantungan pada satu komoditas ekstraktif membuat ekonomi daerah sangat rentan terhadap fluktuasi harga global. Trans Kieraha pada dasarnya dibutuhkan jika kita melihat dari perspektif integrasi struktur ekonomi.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7 8

Komentar

Loading...