Soal Etika dan Putusan MKD DPR RI

Indra Abidin, S.Pd,. M.Pd.

Pengaduan diajukan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang sebelumnya dikenal dengan nama Badan Kehormatan (BK). Di tengah upaya membuahkan gagasan agar dijadikan catatan dalam setiap tindakan berkehidupan bangsa dan negara, bahasaan ini ‘mewarnai’ perkembangan ketatanegaraan kita.

Sebagai lembaga internal di DPR, publik menilai setiap keputusan MKD  ialah pembelajaran soal etika. Selain itu, setiap perilaku wakil rakyat tidak terlepas dari gambaran atas “kehidupan lembaga” yang akan dijadikan catatan atau pedoman sekaligus proses pembangunan karakter (character building) bangsa.

Plus-minus-nya penilaian publik terhadap lembaga legislatif juga bagian dari peran MKD. Dalam kontek ini, peran MKD sebagai lembaga ‘pengadilan etik’ terhadap wakil rakyat perlu diperkuat dengan materi seputar tindakan mewakili rakyat, yang seharusnya disertai dengan kemampuan (ability) menjaga integritas lembaga.

Integritas lembaga yang tertuang dalam Peraturan No 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR RI (selanjutnya disebut Peraturan Kode Etik).

Secara khusus terisi pada Bagian Kedua,  Pasal 3 Ayat (1) “Anggota harus menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPR baik di dalam gedung DPR maupun di luar gedung DPR menurut pandangan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat.”

Integritas yang dimiliki wakil rakyat adalah gambaran atas realitas dan budaya lembaga. Di sinilah buah pemikiran Vos dalam M. Ridlwan Hambali dkk. (2021) dikemukakan, melanjutkan kesadaran politik yang toleran.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...