Ketika Alam Menjerit: Paradigma Ekoteologi sebagai Jawaban

Mohammad Ridwan Lessy

Sehingga alam diektraksi secara destruktif untuk memenuhi keserahakan mereka. Pada akhirnya. hilanglah kesadaran bahwa semua itu adalah bagian dari tubuh kosmik yang hidup, penuh makna, dan suci.

Fenomena inilah yang mengarah pada krisis spiritual: hilangnya kesadaran bahwa dunia adalah rumah bersama yang harus dijaga.

Ironisnya, krisis spiritual justru banyak dialami oleh mereka yang dianggap berpendidikan tinggi—lulusan terbaik, bahkan institusi akademik pun tak luput dari pengaruhnya.

Para pengambil kebijakan dan intelektual sering kali memprioritaskan keuntungan ekonomi, meskipun hal itu memicu konflik agraria, kriminalisasi masyarakat, dan kerusakan lingkungan yang parah.

Sementara itu, masyarakat akar rumput dan komunitas adat terus berjuang mencari keadilan ekologis, meski mereka yang paling merasakan dampak kehancuran alam.

Fenomena ini menunjukkan bahwa pendidikan formal tidak selalu menjamin kesadaran ekologis; sebaliknya, orientasi materialisme dan kekuasaan justru memperdalam krisis spiritual yang menjadi akar persoalan ekologi.

Pada akhirnya, para intelektual harus menyadari bahwa iman tanpa amal hanya akan menjadi retorika kosong. Sebaliknya, amal tanpa ilmu berpotensi salah arah, dan ilmu tanpa iman kehilangan makna serta tujuan moral.

Karena itu, ketiga unsur ini. iman, ilmu, dan amal harus bersatu dalam satu kesatuan yang harmonis. Kesatuan ini bukan hanya solusi praktis, tetapi juga jawaban atas krisis spiritual yang mendasari kerusakan ekologis. (*)

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...