Belajar dari Serial “Ipar adalah Maut”

Nasrullah

Pertama, ranah rumah tangga. Keluarga perlu menguatkan literasi media di ruang domestik. Orang tua dan pasangan tidak cukup hanya melarang, tetapi perlu mengajak berdialog: membedakan fiksi dan kenyataan, mengidentifikasi perilaku manipulatif, dan membangun kesadaran bahwa hubungan yang sehat memerlukan komunikasi yang terbuka.

Menonton bersama dan mendiskusikan nilai yang muncul dari sebuah cerita dapat menjadi bentuk pendampingan emosional yang penting.

Kedua, ranah pendidikan emosional dan relasional. Sekolah dan lembaga keagamaan memegang peran strategis dalam membentuk kemampuan seseorang mengelola konflik, kecemburuan, dan kekecewaan.

Program bimbingan konseling dan kelas pranikah perlu diperluas, bukan hanya menekankan aturan normatif, tetapi mengajarkan keterampilan relasi.

Ketiga, ranah industri media. Dunia hiburan tentu berhak mengangkat konflik sebagai bahan cerita. Namun cara penceritaan perlu diarahkan agar tidak mengglorifikasi pelanggaran komitmen sebagai sesuatu yang menarik atau romantis.

Pengkhianatan dapat ditampilkan dengan konsekuensi moral dan psikologis yang nyata. Kisah tentang tanggung jawab, pemulihan, dan kesadaran emosional tetap dapat menarik, sekaligus memberi ruang bagi penonton untuk belajar, bukan sekadar larut dalam sensasi.

Keempat, ranah layanan dan pendampingan keluarga. Pemerintah daerah, pengadilan agama, rumah ibadah, dan komunitas lokal dapat mengaktifkan layanan konseling keluarga yang mudah diakses dan tidak berbiaya tinggi.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...