Belajar dari Serial “Ipar adalah Maut”

Dari Tontonan Menjadi Pola Pikir
Ipar adalah Maut the Series merupakan contoh bagaimana cerita yang awalnya hanya viral di media sosial dapat bertransformasi menjadi tontonan besar.
Drama ini mengandalkan ketegangan emosional dari kehadiran “orang ketiga” dalam keluarga inti. Ketika formula seperti ini terus diulang, publik perlahan mengunyah gagasan bahwa konflik dan pengkhianatan adalah bagian lumrah dalam hubungan rumah tangga.
Dalam kajian psikologis, teori kultivasi menjelasakan bahwa paparan berulang pada pola cerita tertentu membentuk skema kognitif: apa yang dianggap normal dalam hubungan.
Dengan kata lain, budaya popular dapat menggeser batas nilai. Pada generasi muda yang masih membentuk konsep cinta dan komitmen, hal ini berdampak langsung.
Ketika kecemburuan ekstrem dan komunikasi manipulativ ditampilkan sebagai ekspresi cinta, maka gambaran hubungan yang sehat menjadi kabur.
Di sisi lain, generasi muda adalah kelompok yang paling rentan. Dalam fase pencarian bentuk hubungan ideal, mereka belajar melalui model-model emosional yang tersedia di layar.
Jika serial dan film menghadirkan konflik toksik sebagai bumbu yang wajar, maka muncul sikap cemburu ekstrem dianggap sebagai bukti cinta, perilaku gaslighting tampak seperti cara mempertahankan hubungan, dan perilaku pengawasan terhadap ponsel pasangan dipandang sebagai tindakan wajar.
Baca Halaman Selanjutnya..



Komentar