Belajar dari Serial “Ipar adalah Maut”

Oleh: Nasrullah
(Dosen Universitas Khairun)
Fenomena film dan serial bertema konflik keluarga seperti “Ipar adalah Maut” dan narasi turunannya belakangan mendapat perhatian luas di media sosial dan platform streaming. Ia memang menggigit rating, memicu rasa penasaran, dan menghadirkan emosi intens bagi penonton.
Namun di ruang keluarga, tontonan yang meromantisasi pengkhianatan dan konflik internal keluarga memiliki risiko psikososial yang tidak ringan. Masyarakat tidak sekedar menonton; mereka menyerap cara pandang mengenai apa yang dianggap wajar dalam relasi keluarga.
Serial Ipar adalah Maut, misalnya, tidak menyajikan konflik rumah tangga tetapi juga menghadirkan kedekatan terlarang sebagai elemen dramatik yang banyak menjadi perhatian.
Setiap potongan adegannya menyebar dalam bentuk klip pendek, dibicarkan ulang dalam meme, dan menjadi bahan lelucon.
Narasi yang berulang ini membentuk persepsi publik bahwa konflik dan pengkhianatan adalah bagian yang pantas dirayakan, bukan disikapi sebagai pelanggaran kepercayaan.
Narasi yang berulang mengenai hubungan terlarang dalam lingkar keluarga berpotensi menormalisasi perilaku yang sesungguhnya berbahaya: kecemburuan patologis, kekerasan psikologis, hingga pembenaran perselingkuhan.
Riset mengenai pengaruh media terhadap hubungan intim memang tidak menyimpulkan hubungan sebab-akibat tunggal, tetapi pola korelasinya jelas: semakin sering seseorang mengonsumsi konten yang memuliakan pengkhianatan, semakin longgar pandangan mereka terhadap kesetiaan dan komitmen dalam hubungan.
Baca Halaman Selanjutnya..



Komentar