JATAM dan Temuan Dugaan Konflik Kepentingan Sherly Tjoanda Gubernur Maluku Utara

Werdha Candratrilaksita

Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah melarang kepala daerah merangkap jabatan dengan menjadi pengurus suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/daerah atau pengurus yayasan bidang apa pun (Pasal 76 huruf c UU nomor 23/2014).

Serta menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan Daerah yang dipimpin (Pasal 76 huruf d UU nomor 23/2014).

Barangkali dua norma tersebut yang disoroti oleh JATAM berkaitan dengan kedudukan Gubernur Sherly Tjoanda sebagai pengurus perusahaan.

Pasal 5 Undang-Undang nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme menyatakan bahwa penyelenggara negara, termasuk Gubernur, bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat, serta melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat.

Konsekuensi “bersedia diperiksa” menimbulkan potensi civil society pun dapat mengawasi kekayaan penyelenggara negara serta melaporkan apabila terdapat indikasi harta kekayaannya tidak sesuai dengan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang dilaporkan kepada KPK.

Meskipun maksud UU berkaitan dengan kata “bersedia diperiksa” adalah diperiksa oleh pejabat yang berwenang melakukan pemeriksaan.

Terdapat satu lagi Undang-Undang yang berpotensi dilanggar oleh pejabat publik yang merangkap jabatan di perusahaan, yaitu Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

UU nomor 25/2009 menyatakan pejabat dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha (Pasal 17 UU nomor 25/2009).

Last but not least, dalam konteks negara demokrasi, laporan JATAM sebagai bagian civil society, tentunya berharga bagi lembaga negara yang berwenang untuk menindaklanjuti dalam kerangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. (*)

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...