JATAM dan Temuan Dugaan Konflik Kepentingan Sherly Tjoanda Gubernur Maluku Utara

Werdha Candratrilaksita

Menurut JATAM, narasi pertumbuhan ekonomi dua digit yang sering dibangga-banggakan tidak menyentuh realitas akar rumput, yang memperlihatkan dampak sosial dan ekologis yang semakin dalam.

Kriminalisasi warga Maba Sangaji serta penolakan warga di Pulau Obi dan Halmahera hanyalah sebagian contoh dari konflik agraria dan lingkungan yang sering diabaikan.

Dalam laporannya JATAM mengungkap tentakel jaringan bisnis keluarga Sherly yang meluas: PT Karya Wijaya (tambang nikel di Gebe), PT Bela Sarana Permai (pasir besi di Wooi Obi), PT Amazing Tabara (emas), PT Indonesia Mas Mulia (emas), PT Bela Kencana (nikel), serta entitas terkait lain di bawah kelompok keluarga Laos-Tjoanda.

Kepemilikan mayoritas, jabatan komisaris, dan kendali operasional yang erat dengan pejabat publik memunculkan isu konflik kepentingan antara jabatan politik dan kepemilikan perusahaan tambang.

Temuan JATAM lainnya berkaitan dengan perangkapan jabatan publik dengan jabatan di korporasi. UU Administrasi Pemerintahan, UU Pemerintahan Daerah, dan Peraturan KPK menegaskan larangan konflik kepentingan dan rangkap jabatan bagi pejabat publik.

JATAM menemukan Sherly tercatat sebagai direktur dan pemegang saham 25,5% di PT Bela Group. Lebih lanjut JATAM menemukan Sherly menjadi pemegang saham terbesar (71%) di PT Karya Wijaya, menggantikan Benny Laos yang wafat; sisanya dibagi rata ke tiga anaknya (masing-masing 8%).

Selain memperkuat posisi di Karya Wijaya, juga terdapat di PT Bela Kencana (40%), PT Bela Sarana Permai (98%), dan PT Amazing Tabara (90%). PT Bela Co, melalui konstruksi, menguasai 30% saham di PT Indonesia Mas Mulia (85% dikuasai Bela Group).

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...