(Sebuah Esai Tentang FOT V yang Kembali Merekatkan Masyarakat Weda, Patani, Maba)
FOT V: 3 Negeri Berpelukan, Meski Fansnya Galau

Di saat suporter pulang dengan suara serak, di saat panitia menutup hari dengan rasa lelah bercampur puas, dan di saat anak-anak masih menirukan gaya selebrasi idolanya, FOT V meninggalkan pesan yang tak akan pudar. Bahwa di tanah Gamrange, sepak bola bukan hanya hiburan. Lebih dari itu ia adalah denyut kehidupan.
Persaudaraan yang terjalin di FOT V akan terus bergaung jauh setelah turnamen usai. Ia akan hadir di percakapan anak-anak muda di warung kopi, di candaan bapak nelayan di tepi pantai, di sapaan antarwarga di jalan kampung.
Semua akan kembali mengingat betapa serunya FOT V tahun ini. Betapa lucunya para fans yang gagal move on, dan betapa hangatnya rasa kebersamaan yang tumbuh di tengah persaingan.
Maka tak berlebihan jika dikatakan: FOT V bukan sekadar turnamen, melainkan perayaan jati diri Gamrange. Perayaan tentang tawa di tengah tangis, tentang tangan yang saling menggenggam di tengah kekalahan, dan tentang hati yang tetap menyatu meski banyak yang tersakiti.
Ketika semua sorak-sorai dan rivalitas di lapangan usai, yang tersisa bukan hanya skor akhir siapa kalah dan siapa yang juara. Melainkan cerita yang hidup di setiap hati.
Cerita tentang bagaimana FOT V berhasil kembali membuat 3 negeri Weda, Patani Maba berpelukan dalam satu semangat yakni menyalakan solidaritas di tengah tawa dan air mata.
Mungkin tim andalan kita sudah gugur. Mungkin hati para fans sempat patah. Tapi jika kita masih bisa tertawa, masih bisa memeluk fans lawan, dan masih ingin datang menonton FOT tahun depan, itulah bukti bahwa FOT V kali ini telah menyatukan kita masyarakat Weda, Patani dan Maba dalam satu pelukan yang hangat. (*)





Komentar