(Sebuah Esai Tentang FOT V yang Kembali Merekatkan Masyarakat Weda, Patani, Maba)
FOT V: 3 Negeri Berpelukan, Meski Fansnya Galau

Dengan nada setengah kecewa, setengah tak percaya akan kekalahan jagoannya dan berteriak “Wyoy tamew herrraann!.”
Kekesalan para fans justru jadi bahan hiburan. Ada yang membuat parodi di media sosial, ada yang menulis status untuk mengompori, ada juga yang membuat meme dengan caption kocak.
Semua itu menunjukkan bagaimana masyarakat Gamrange memaknai kekalahan dengan cara yang khas emosi yang cair, tapi penuh humor.
Inilah keindahan FOT V. Ia bukan sekadar ajang unjuk skill di lapangan, tapi juga wadah ekspresi sosial dan kultural yang unik.
Dari kemarahan yang dibumbui tawa, dari kekecewaan yang berbalut canda, lahirlah bentuk solidaritas baru. Yaitu solidaritas yang tidak takut kalah, karena yang penting tetap bisa tertawa bersama.
Humor dan solidaritas para fans inilah yang membuat atmosfer FOT V terasa hidup. Kekalahan memang menyakitkan, tapi di tangan para penonton Gamrange, rasa sakit itu diolah menjadi bahan tertawaan bersama.
Mereka tahu, turnamen ini tak akan seru tanpa tumpahan emosi, tanpa sedikit rasa “greget,” dan tanpa lelucon yang mengundang tawa dari ujung ke ujung lapangan. Dan justru di sinilah letak keindahannya.
Bahwa di tengah kesedihan, selalu ada tawa yang menyatukan. FOT V membuktikan bahwa fans sejati bukan hanya datang saat timnya menang, tapi juga tetap hadir ketika timnya kalah. Karena di balik semua itu, mereka tahu bahwa sepak bola hanyalah permainan, tapi kebersamaan adalah warisan.
Baca Halaman Selanjutnya..





Komentar