(Sebuah Kajian Yuridis)
Hukum di Balik Transaksi Solar Non Subsidi Pertamina dengan Konsumen Industri

PT Pertamina dalam Pusaran Kasus Korupsi
Beberapa waktu lalu, Kejaksaan Agung RI melimpahkan perkara dugaan korupsi di tubuh Pertamina ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), disebutkan adanya dugaan praktik jual beli solar di bawah harga pasar yang bersifat manipulatif, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp285,18 triliun.
Dalam perkara tersebut, disebutkan pelaku utama adalah Riza Chalid, bersama sejumlah pihak internal di PT Pertamina Patra Niaga, serta 13 perusahaan lokal sebagai konsumen industri, antara lain:
PT Berau Coal, PT Adaro Indonesia, PT Merah Putih Petroleum, PT Buma, PT Pamapersada Nusantara, PT Ganda Alam Makmur, PT Indocement Tunggal Prakarsa, PT Aneka Tambang, PT Maritim Barito Perkasa, PT Vale Indonesia, PT Nusa Halmahera Minerals, PT Indo Tambangraya, dan PT Parinusa Eka Persada.
Dalam perspektif hukum, tindakan manipulatif diartikan sebagai upaya mengendalikan atau memengaruhi pihak lain secara licik demi keuntungan pribadi dengan cara memutarbalikkan fakta atau berbohong.
Dalam hukum bisnis, manipulasi dapat terjadi apabila salah satu pihak dengan sengaja menyembunyikan atau menyelewengkan fakta untuk memperoleh keuntungan yang tidak sah.
Namun, jual beli BBM solar non subsidi antara PT Pertamina Patra Niaga dan 13 perusahaan konsumen industri merupakan transaksi bisnis murni (pure business transaction) yang dilandasi perjanjian jual beli (contract of work).
Baca Halaman Selanjutnya..





Komentar