Siasat Kebijakan Darurat di Tengah Krisis

Dalam konteks ini, kebijakan yang muncul dari keadaan darurat sering kali membuat pembatasan terhadap hak-hak sipil menjadi hal yang biasa, seperti pembatasan media, pembatasan kebebasan berpendapat, atau peningkatan peran aparat negara dalam mengawasi masyarakat.
Krisis sering digunakan sebagai alasan untuk merampingkan hak-hak sipil demi menjaga keamanan dan stabilitas. Ketika terjadi kerusuhan, konflik antar kelompok, atau ancaman terorisme, sering kali dianggap wajar untuk mengurangi kebebasan berekspresi, membatasi media, dan mengerahkan aparat dalam jumlah besar.
Namun, langkah-langkah ini jarang dievaluasi setelah situasi membaik. Kebijakan yang lahir dari situasi darurat umumnya bertahan lebih lama dibandingkan dengan krisis itu sendiri. Proses normalisasi dari kebijakan darurat ini secara perlahan merusak prinsip-prinsip demokrasi.
Contoh normalisasi kebijakan darurat dapat ditelusuri di berbagai negara modern, termasuk Thailand, Myanmar, dan Turki. Setelah mengalami krisis politik atau terorisme, negara-negara ini memanfaatkan situasi tersebut untuk menerapkan kebijakan yang mengurangi kebebasan sipil dan menekan pihak oposisi.
Pemerintah di negara-negara ini sering kali mengeluarkan regulasi yang memberikan kekuasaan lebih kepada aparat keamanan dan membatasi ruang bagi kebebasan berpendapat.
Noam Chomsky dalam buku Power Systems (2013) menunjukkan bahwa, di tingkat global, negara sering memanfaatkan krisis internasional untuk melaksanakan kebijakan domestik yang lebih menguntungkan bagi kelompok elit politik dan ekonomi.
Baca Halaman Selanjutnya..
 





 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Komentar